Selasa, 29 November 2016

I'm Nothing

I'm Nothing

Setelah Tuan tau, apa yang akan Tuan lakukan?
Meremat hatiku yang rapuh?
Tak perlu Tuan kotori bersihnya telapak tangan
Tak perlu.

Aku pun risih
Pada temu yang tak diharap
Pada raga entah mungkin tak berjiwa
Atau malah bujuk rayunya
Sihir panah menusuk, melupa rasa

Enggan! Nuraniku enggan
Bukan hanya sepasang mata
Menatap, curiga
Melirik, penuh tanda tanya
Enggan, pada siapa?

Sudah.
Izinkan jelaga meredam rasa
Meski pekat telah dirasa
Pedar, hambar tertumpah ke dasar jiwa
Berteman imaji, mengobati luka

Hamba sadar.
Tak mengelak jika tersalah
Mulut pun tak mampu berkilah
Diam, menanti keputusan
Jika Tuhan tak ridha
Hamba, terima

Hamba, bukanlah siapa-siapa
Hanya pengemis di tepi jalan raya
Entah siapa merasa lba
Melihat diri bergumul dosa
Berharap pada Tuhan Yang Esa

Tanpa-Mu, aku bukan siapa-siapa.




Sabtu, 26 November 2016

Buah yang Menyenangkan

Catatan Senja: Buah yang Menyenangkan (Birrul Walidain)

Aku sudah berupaya untuk mempercepat putaran roda motor yang berdenyit-denyit setelah siang tadi mendadak kempes. Kulit luarnya tampak lebam-lebam karena terus tergesek aspal hitam yang panas kala matahari sedang terik-teriknya. “Kasian motor Obeng” (teman satu kontrakan) gumamku dalam hati. Tapi, tak mengapa dan semoga menjadi amal jariyah baginya dan saksi bisu di yaumil akhir kelak, bahwa motor kesayangannya telah banyak menolong teman-teman kontrakannya. Khususnya untuk berkelana mencari keridhaan Allah SWT.

Setelah sampai di sebuah Masjid bernama Masjid al-Ghiffary, kuparkirkan motorku tepat di sudut di bawah pohon pinus yang masih tampak belia. Haha. Tak kulihat satupun motor terparkir di sekitar halaman Masjid. Langsung kulangkahkan kaki masuk area Masjid dan menaiki anak tangga menuju lantai 2 Masjid.

Terdengar suara yang tak asing bagiku, suara seorang Ustadzah dari Libya dan seorang ustadzah yang setia mendampinginya sekaligus menjadi penerjemah bagi pendengar-pendengar kajian senja ini. Ustadzah Jumanah namanya, beliau berasal dari Libya dengan bahasa arab fushah yang gampang dicerna oleh pendengar. (ditujukan bagi yang bisa bahasa Arab). Sementara aku sendiri, terbengong kala ustdzah Jumanah melafadzkan butir-butir hikmahnya. Setelah beralih pada ustadzah Maya yang dengan senyuman khasnya mencoba meramu bahasa Arab menjadi bahasa Indonesia, mengalirkan dengan lembutnya mutiara-mutiara hikmah yang menjedar-jederkan hatiku. Ah, meskipun terlambat kurang lebih 30 menit, namun aku masih bisa mendapatkan inti dari pembahasan. In syaa Allah kurang lebih seperti di bawah ini:

~~~~~~~~~
Tadinya sempat menulis beberapa kata dalam sebuah group WA, lantas menghilang entah ke mana. Ya sudah akhirnya, jemari ini gatal hendak menunaikan hajatnya memencet tombol-tombol hitam bertuliskan A, B, C, sampai Z. Taraaa... ini yang sejak di perjalanan hendak kutunaikan.
Setelah mendengar beberapa kalimat yang terucap dari Ustadzah Maya bahwa “... jangan sampai kita mengucapkan “Ah” pada kedua orangtua. Ah it’s mean membantah.”
Dugaanku ustadzah sedang membuka ta’lim dengan membongkah kedalaman satu ayat dari surat al-Isra: 23.

Artinya: Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Bersabdalah Rasulullah dalam sebuah hadis yang berbunyi: “Barang siapa yang ingin diberkahi rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka berbuat baiklah kepada kedua orangtua.”

Ibda’. Mencari cara untuk berbuat baik pada kedua orangtua. Berusahalah agar terus membuat kedua orangtua kita mengembangkan senyumnya di hari-hari tuanya. Bersebab keridhaan Allah adalah keridhaan mereka juga. Kemurkaan Allah adalah kemurkaan mereka. Maka tidak salah jika ada seorang anak yang dikatakan bandelnya naudzubillah, bersebab orangtuanya pernah keceplosan memarahi anak. Mungkin tampak sepele kalau orangtua memarahi anaknya, tapi... harus di garis bawahi bahwa ketika orangtua sedang marah atau murka kepada anaknya, maka kemarahannya sedang naik ke atas langit dan bahkan bisa sampai ke sisi Allah. Kemudian apa yang terjadi jika kemarahan seorang Ibu telah sampai ke sisi Allah? Yang akan terjadi adalah Allah tidak menurunkan keberkahan-Nya kepada si anak. Malah yang terjadi adalah anak akan semakin membandal tidak karuan.

Bunda! kesabaran Bundalah yang sebenarnya harus lebih di perpanjang masanya. Bersebab kesabaran bunda maka terlahirlah buah hati yang membahagiakan. Bersebab kesabaran Bundalah hadir tokoh-tokoh Muslim yang membuka gerbang cakrawala dunia. Para ulama yang terlahir dari rahim yang suci dan mulia. Ya, kesabaran bunda yang tiada pernah habis masa aktifnya.

Dikisahkan pula oleh Ustadzah Jumanah tentang para ulama yang begitu memuliakan Ibu dan Ayahnya. Seperti kisah Abdullah Ibn Abbas yang saat itu hendak meminang seorang wanita namun pinangannya ditolak lantas wanita tersebut menerima pinangan pria lain. Akhirnya ntah bersebab apa si pria pilihannya malah membunuh wanita pinangannya. Akhirnya dengan bercucuran air mata si pria mendatangi Abdullah Ibn Abbas dan mengatakan padanya, “Aku telah membunuh wanita tunanganku dan bagaimana caranya aku menebus dosaku.” Lalu Abdullah Ibn Abbas menjawab, “Kamu masih memiliki Ibu?” “Ibu sudah tiada.” Lanjut Abdullah Ibnu Abbas berkata bahwa “Jika Ibumu talah tiada, maka bertobatlah.”

Pertanyaan pertama yang diajukan oleh Abdullah Ibn Abbas adalah “Ibumu masih ada?” itu merupakan suatu hal yang jika dimaknai maka dengan berbuat baik kepada Ibu dapat menebus dosa-dosa si pria. Wallahu a’lam.

Kemudian ada seorang ulama juga yang sama berbudi dan penuh kasih pada Ayahnya. Ulama tersebut bersama Ayahnya sedang mendekam di penjara bersebab suatu hal. Kondisi Ayahnya sedang tak memungkinkan untuk menyentuh air dingin, walupun hanya sekedar untuk berwudlu. Akhirnya ulama tersebut menghangatkan air yang dingin dengan sebuah alat penghangat dan Ayahnya dapat berwudlu juga. Sipir yang melihat hal itu berang dan langsung mengambil alat penghangat tersebut. Whoaaa... kejam! Tak kehilangan akal, ulama tersebut mencoba mendekatkan air yang ada dalam wadah ke arah lampu. Berharap cahaya lampu dapat menghangatkan air yang ada di wadah sehingga Ayahnya dapat berwudlu ketika subuh tiba. Sipir yang mondar mandir di luar penjara kembali berang melihat yang dilakukan sang ulama. Si sipir masuk lalu mengambil sumber pencahayaan tersebut hingga ruang penjara gelap. Argggghhh... penulis geram menceritakan si Sipir.

Lanjut.
Ulama tersebut mencari cara, tak henti-hentinya berupaya agar Ayahnya tetap dapat berwudlu dengan air hangat. Kembali berusaha mendekap air yang berada dalam wadah. Ia benar-benar berharap agar air yang didekapnya dalam semalam dapat menjadi hangat. Sad stories. :( hiks...
Betapa ulama terdahulu benar-benar menghayati makna “Tidak akan masuk syurga orang-orang yang tidak berbuat baik pada kedua orangtuanya.” Masya Allah. Mereka begitu ta’zim kepada Ibu dan Ayahnya. Berupaya dengan segala cara untuk membahagiakan kedua orangtuanya dan berbicara dengan lembutnya. Subhanallah.

Barangkali kita bisa mengambil hikmah yang luar biasa dari para ulama-ulama terdahulu bahwa mereka begitu memuliakan Ibu dan Ayahnya. Wajar saja jika ada ungkapan bahwa “Perbuatan kita kepada orangtua akan berbanding lurus dengan perbuatan anak kita kepada kita.” Jadi, apa-apa yang kita lakukan hari ini pada kedua orangtua kita, dampaknya akan kita rasakan kelak ketika kita memiliki seorang anak. Mereka akan memperlakukan hal-hal yang pernah kita lakukan dahulu pada Ibu dan Ayah. Oleh karenanya, menjaga akhlak kita kepada kedua orangtua menjadi pagar agar anak-anak kita kelak juga menjaga akhlaknya pada kita.

Yup... para Ulama sangat mengetahui bahwa pintu syurga akan terbuka dengan cara berbuat baik pada kedua orangtua. Jika ingin melihat wajah Allah di syurga, carilah cara untuk berbuat baik kepada Ibu dan Ayah. Bukankah kenikmatan kita sebagai seorang Mukmin adalah ketika melihat wajah Allah di syurga. Rabbana. :(

Masih terbengong-bengong, manggut-manggut mendengarkan Ustadzah Jumanah. Bersebab bahasa Arab bukan bahasa pertama yang kulafadzah ketika lidahku mampu menyebutkan A-I-U-E-O atau mungkin “MAMA” itulah kata pertama bukan UMMI. insyaAllah bersegera mempelajarinya. Peace! :(

Terkisahlah pada suatu hari seorang Ibu meminta anaknya yang asyik berselancar pada gelombang-gelombang ilmu, menghabiskan waktu dengan tumpukan-tumpukan buku, untuk memberikan makan ayam peliharaan mereka. “Nak, tolong berikan makan ayam-ayam di kandang!” pinta Ibu. Si anak menutup buku dan beranjak mengambil makanan ayam lalu ditaburkannya ke tanah agar dapat dilahap ayam-ayam peliharaan mereka. Siapakah si anak? Ibnu Sirrin. Muhammad Ibnu Sirrin. Beliau ahli Fiqih terkenal di masanya. Subhanallah.

Jika bercermin pada kisah-kisah ulama terdahulu, bagaimana mereka tunduk dan patuh pada perintah orantua, malu rasanya. Polah anak sekarang sungguh terlalu. Jika diminta orangtua mengambilkan ini dan itu, kemungkinan si anak akan berkata “ish... aku teruslah yang disuruh. Kakak atau abang kenapa loh Mak.” Tragis. Tidak memungkiri bahwa penulis juga pernah menunda-nunda permintaan Ibu, dulu. Astaghfirullah.

Silahkan menyimpulkan, memaknai arti “Ibu dan Ayah” bagimu. :)

Pernah terbayang nggak kalau kita sedang menanam pohon buah mangga atau buah lainnya. Bayangin sekarang deh! Kalau kita lagi nanam pohon anggur. Yang paling ditunggu apa? Buahnya kan? Nah... hubungannya apa? Hubungannya tentu ada lah. Gini nih! Ayah dan Ibu, apa yang paling mereka nanti-nanti? Buah hati. Iyup tepat sekali. Kita, kita adalah buah hati mereka, Ayah dan Ibu. Ibu, ia meneteskan air mata kebahagiaan saat menggendong kita untuk pertama kalinya. Tepat setelah kita terlahir dari rahimnya. Segala perih, pedih, bahkan saat-saat melahirkan adalah saat-saat di mana seorang Ibu dalam kondisi hidup dan mati. Kebayang gak kalau kita di posisi Ibu saat meregang nyawa? Semua itu terbayar pada isyarat tetesan air matanya dengan simpul senyum di wajahnya. “alhamdulillah kamu telah lahir dengan selamat sayang, buah hati Ibu dan Ayah.”

Kita adalah buah yang dinanti Ibu dan Ayah. Yang dinanti-nanti dalam kesabaran yang begitu panjang dan kelelahan yang bertambah. Kitalah yang menjadikan sama binar-binar mata Ibu dan Ayah saat melihat kita.

Yuk! Berupaya dengan segala cara untuk membahagiakan Ibu dan Ayah, baik dalam keadaan berpunya dan belum berpunya. Agar apa? Agar rona merah jambu selalu menghiasi kedua pipi Ibu dan Ayah. ( Agar keridhaan Allah selalu menghiasi derap langkah kita, sehingga rahmat dan kasih sayang-Nya terlimpah pada kita karena Ibu dan Ayah telah meridhai kita.
~~~~~~~
Nah, gak berasa bengong-bengong terlalui sudah. Alhamdulillah bengong-bengong berkah. Masih ada penerjemah (Ustadzah Maya) yang membongkar rahasia curahan hati ustadzah Jumanah. Aku pulang dengan hati lega. Ketika menuruni anak tangga, spechless... wow ternyata parkiran berada di belakang Masjid. Hadeuuh. “Eh... si bapak ngapain tuh?” bapak-bapak yang bekerja merapihkan mobil-mobil yang sedang parkir sedang memindahkan motorku lebih dekat ke pagar Masjid. :( maaf Pak.

Senja berakhir di Masjid Al-Ghiffary, Malang. Beberapa menit kemudian kumandang adzan bersahut-sahutan memanggil jiwa-jiwa yang tenang agar bersegera menemui Tuhannya. Alhamdulillah. :)

Batu, 26 November 2016