Senin, 25 Juni 2018

Musim yang Berganti

Perlahan aku menyadari bahwa semua ini hanya tentang musim yang silih berganti. Keberadaanku juga demikian, tak menetap. Garis-garis hidupku pun telah terurai di mega server milik-Nya yang mutlak. Lahirku, perjumpaanku dengan orang-orang yang ada di sisiku, rezekiku, dan kematianku. Semuanya tercatat dan tersimpan rapih di sisi-Nya.

Terkadang batinku menolak atas semua yang tidak sesuai dengan keinginanku. Tapi aku juga menyadari bahwa semua yang kusuka (kuinginkan) belum tentu baik bagiku dan yang tidak kusuka (kuinginkan) belum tentu tidak baik bagiku. 

Sedih? Pastinya. Sebagai manusia yang selalu melakukan kesalahan, pasti akan merasa sedih bila sesuatu yang diinginkan belum tercapai atau mungkin saja Allah punya sesuatu yang terbaik dari apa yang diangankan. 

Maka jalan keluar terbaik dari itu semua adalah kembali pada-Nya. Menyabari dan mensyukuri segala pemberian-Nya, baik itu rasa bahagia, sedih, galau, rindu dan bahkan cinta. Sebagai mana surat cinta-Nya "Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah dan janganlah engkau bersedih hati..." (An-Nahl: 127).

Jangan bersedih, Innallaha ma'ana (sesungguhnya Allah bersamaku) , innallaha ma'alladzinattaqau walladziina hum muhsinuun (sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan).

Permasalahannya sekarang adalah banyak sekali diantara hamba-Nya yang kurang yakin kalau Allah itu deket banget sama hamba-Nya. Ketika Allah berikan musim semi (bahagia) yang berkepanjangan, seketika itu hamba lupa bahkan menjadi kufur untuk bersyukur. Atau ada pula diantaranya yang enggan berdo'a meminta pertolongan pada-Nya padahal Dialah pemilik alam semesta.

Nah, untuk meyakini bahwa Allah itu deket, senantiasa bersama hamba-Nya... Kembalilah pada-Nya. Lirik orang-orang yang semakin menuju takwa pada-Nya. Hadirkan Allah dalam setiap aktivitas kita. Hingga kita tak meragukan lagi bahwa Allahlah yang selalu perhatian ke hamba-Nya, mencintai hamba-Nya.

Oleh karenanya, maka kita yang telah merasa dicintai-Nya, akan siap dengan kondisi apapun. Sekalipun musim panas yang tak kunjung berganti hujan atau musim dingin yang tak kunjung berganti semi.


Wallahu a'lam.

Di bawah rinai, 
Dalam kerinduan 

Jumat, 22 Juni 2018

Q n A

Kali ini kuberi tema:

"Ditinggalkan Tanpa Alasan"

1. Jika seseorang pernah bersalah, apakah kau juga akan memperlakukan seseorang tersebut sesuai dengan apa yang dilakukannya?

"Mau pake logika atau pake Iman?"
"Kedua versi!"
"Baiklah. Pake Iman: Aku pernah bersalah, tapi aku tak menghukumi seseorang yang bersalah sesuai dengan apa yang pernah dilakukannya. Aku membalasnya dengan kebaikan. Analogikanya seperti ini, ketika kau melempar pohon mangga, maka akan kau dapati buahnya. Begitu juga, memperlakukan seseorang. Ketika mereka melakukan kesalahan, tegur dan lalu tetap melakukan kebaikan padanya.
Pake logika: "Orang lain melakukan kesalahan, kan kubalas apa yang pernah dilakukannya padaku. (Ini jawaban terpedih, ga pake hati :( tidak untuk ditiru)

2. Jika seseorang hanya memilih berdiam diri, sementara kau meninggalkannya dalam keadaan serba tanda tanya... Apakah kau tega?

"Sekeras-kerasnya diriku memperlakukan seseorang, aku pasti menyadari kesalahanku dan lalu meminta maaf. Tak akan kubiarkan seseorang diam dalam ketidaktahuannya. Ini adalah momen yang menyesakkan :( (Aku pernah)

Q n A hari ini cukup. Sebab seseorang tiba-tiba bertanya padaku. Ambil yang baiknya saja :)

Rabu, 20 Juni 2018

Awal yang Manis (Hijrah)

Bismillah...

Pagi ini kan kusuguhkan secangkir kisah manis perjalananku kemarin. Sebab, tak ada yang lebih manis ketika seseorang dipertemukan oleh Allah dalam rangka untuk terus menuju takwa pada-Nya.

Kan awali dengan hadis Rasulullah Saw, "Cintailah sesuatu (kebaikan) untuk orang lain, sebagaimana kamu mencintainya untuk dirimu, niscaya kamu menjadi muslim (yang baik)." (H.R Tirmidzi)

Pagi itu kuayun langkah hanya untuk menemui seseorang karena sebelumnya bliau sempat menjapriku untuk tujuan yang satu, duduk bersila bersama. Membahas satu agenda. Setelah sampai di rumahnya, kami pun ngobrol ringan dan terkadang sedikit serius.

"Kau tau Ndah, bliau bilang padaku tentang dirimu... 'Dia itu seperti biji kurma yang tertanam di bawah tanah,  tertimpa kerikil dan bahkan bebatuan besar hingga tak tampak pada orang banyak.'" Ucapnya padaku.

Aku hanya mengangguk, menyimak bait demi bait ucapannya.

"Kau mengerti maksud kakak kan?" Timpalnya

"Aku sangat mengerti, Kak."

"Kukatakan pada abangku, kalau beberapa waktu lalu aku kehilangan Kak X, maka kini aku akan kehilanganmu Ndah. Kakak sudah punya firasat kalau kau akan pergi dari sini. Melepasmu begitu hebat rasanya." Terangnya lebih lanjut.

Ah, aku seakan ingin menghentikan langkahku dan bertahan di sini. Mataku terasa panas dan kurasa ada yang menggenang di mataku. Hanya saja kutahan agar genangan itu tak tertumpah di hadapannya.

"Kau tau kan Kak, bagaimana kisahku selama di sini tanpa kuberi tahu padamu. Sejak awal, setelah selesai sidang Thesis aku belum memutuskan sepenuhnya untuk kembali pulang. Namun, karena waktu itu Babah sakit-sakitan, aku memutuskan untuk pulang lebih awal. Bahkan aku tak kembali untuk wisuda."

"Sudah final keputusanmu, dek?"

"In syaa Allah, semoga ini yang terbaik. Kan kuobati dulu luka-luka yang kudapati dari perjalananku selama ini. Maafkan aku Kak."

"Baiklah, semoga Allah meridhai. Kan kucari kain baru, untuk kelak menjadi mitraku selama di sini. Sebab aku yakin Allah tidak akan membiarkan aku sendiri. Ah, sesungguhnya kaulah yang menjadi alasan bliau untuk mendirikan proyek itu, Ndah."

Kurasakan percakapan kami semakin dalam dan terasa berat. Aku pun semakin tak banyak berkata-kata. Diam, menjadi alternatif terbaik. Tak berapa lama terdengar suara seseorang datang dengan mengucapkan salam. Kujawab salam itu sambil kulihat siapa yang datang menyusul untuk bertamu.

"Allah, ketemu lagi." Ucapku

"Indaaah." Sapanya

"Ai Ai... Tuhkan kalau jodoh ketemu, tanpa japrian ya ketemu kan? Maa syaa Allah, garisan takdir-Nya mempertemukan kita kembali dalam silaturahiim ini."

Bla bla bla... Ai, dulunya temen SMP sampe SMA. Setelah tamat kita ga pernah kontakan lagi. Gimana mau kontakan, selama satu sekolahan kita ga pernah ngerasa deket. Tapi, sekarang getaran pertemuannya sudah berbeda. Dalam bingkai ukhuwah. Sama-sama sudah hijrah ke arah yang lebih baik. Begitu juga dengan Intan, temen SMA (sekelas). Kita dulunya ga pernah satu. Dia dengan barisan gengnya, dan aku dalam barisan anak-anak yang doyan belajar.

"Luar biasa ya Ndah, sekarang Intan ngerasa lebih baik. Nutup aurat udah ga ribet lagi. Ikut halaqah juga, pas ketemu Kak x langsung ngeklik gitu. Kalau ga halaqah kayak ada yang kurang."

"Maa syaa Allah, aku seneng ngedengerinnya."

"Kenapa coba ga dari dulu pas SMA. Dirimu kan dulu sering ikut Rohis kan? Kenapa coba ga ngajakin aku?"

"Lah, syukuri aja. Mungkin memang baru sekarang hidayah Allah nyentuh hatimu. Inget ini loh ya! 'Ketika hati kita terbesit untuk menjadi lebih baik, itu tandanya Allah lagi sayang sama kita.' Jadi, hidayah itu kudu dijaga yah! Jangan sampe hidayah itu udah datang tapi balik lagi. Ga membekas di diri kita. Kayak main-main aja ke Allah. Ga mau gitu kan? Ntar kalau Allah ga peduli lagi sama kita gimana coba? Kita loh yang butuh Allah. Allah mah ga butuh. Cuma lebih sadar diri ajalah, kita udah di kasih banyak nikmat, eh malah ga bersyukur. Jangan sampe hati kita ketutup lantas jadi kufur nikmat ke Allah. Naudzubillah."

"Iya ya Ndah."

"Aku juga masih terus memperbaiki diri loh Ntan."

"Senengnya ketemu kalian di sini. Kayaknya beda banget lah. Dulu temen-temen kita itu kayak lebih banyak memang ga pake hati kali ya! Jadi ga berasa gitu. Sekarang ketemu kalian, Ya Allah rasanya. Nikmat banget."

"Alhamdulillah."

Ngobrol-ngobrol tentang "Hijrah" memang ga akan ada habisnya. Kisahnya juga berbeda-beda. Pada intinya, ga ada kata terlambat untuk hijrah ke arah yang lebih baik. Selama Allah masih memberikan kesempatan untuk hidup, maka ketika hidayah datang bertamu ke hatimu... Sambutlah dengan sehangat seperti kau menyambut tamu agung yang begitu hebat. Kau persiapan segala sesuatunya, menjaga dan merawat hidayah itu layaknya kau menjaga balita yang lemah tak berdaya. Teramat berhati-hati.

Berbeda dengan Ai, sepanjang perjalanan pulang dia ngobrol banyak hal, termasuk cerita hijrahnya.

"Ai, dulu sebelum hijrah... Minta izin ke Mamak sama Bobos buat hijrah. Tanggapan mereka sangat positif, malah Bobos menasehati kalau mau hijrah jangan setengah-setengah. Setelah jilbab dan pakaian Ai rapih, Ai bingung ndah... Mau dibawa ke mana hijrah ini? Masak hijrah tapi hati Ai kering. Hijrah tapi kok ga ada ilmunya. Setelah itu Ai cari-cari kawan yang tau di mana tempat ngaji. Eh Allah itu sweet banget ngemudahin jalan Ai, Ketemu dek Via. Nah, dek Via itu yang menjembantani Ai ikut halaqah bareng Kak x."

"Ya Allah, kok hari ini begitu sweet. Seakan aku juga mengenang awal hijrahku." Bisik hatiku.

"Tapi sayang, pas kita baru ketemu sebentar... Kamu malah mau pergi lagi ndah. Kita tetep jaga komunikasi ya Ndah!"

"In syaa Allah, Ai."

***

Mungkin kisahku cukup sampai di sini. Kelak, cerita baru akan berdatangan mendekapku. Ntah akan setenang atau seriuh apa, aku juga ga akan pernah tau. Yang jelas, kusyukuri semua kisah manis pahit selama aku di sini dan untuk kemudian kan kutatap wajah matahari, bila kini aku masih merangkak di lorong gelap tak bercahaya dan tak bertepi.

Kukatakan pada seseorang waktu itu...
"Someone kalau mau pergi, biarpun banyak alasan yg datang pasti tetep pergi. Dan kalau someone mau bertahan, walau hanya satu alasan yg ngebuat dia bertahan pasti dia bertahan. Gitu kan mb?"

"Waaah, itu mah Bang Tere banget."

Wallahu a'lam.


Ai, Intan Binjai, Intan Kampung Dalam dan dek Via (Syudah kabur pulang duluan). Thanks buat perjalanan hari kemarin. Semoga Allah semakin mencintai kalian yang telah membuatku semakin mencintai-Nya.



Senin, 18 Juni 2018

the Last?

Bismillah...


“Izinkan aku melafazkan kata... bicara hati yang mudah diterjemah...” Setanggi Syurga


Lagu ini mengiring tulisan tak bernada, kalimat – kalimatnya tak berbait dan tak bersajak. Tulisan ini hanya secuil episode bak jelaga yang berhamburan, terus saja berterbangan. Aku sampai lupa bagaimana rasa, warna, dan seberapa banyak cerita yang kupunya untuk kutuang pada cawan ini. Mungkin saja ini adalah rasa terakhir, sebab sedetik kemudian aku pun tak pernah tahu bagaimana cerita masa depan.

***


“Tunaikan hutangmu, Ndah!” Pinta mb Juke padaku.

“Baiklah, akan lunasi 2 episode menjadi satu. Two in one.” Jawabku 


Ini adalah ramadhan kedua bagiku sejak langkahku kembali menapaki tanah kelahiranku, sejak lidah kembali mencicipi nikmatnya masakan rumah setelah beberapa tahun merantau, ngilmu. Kurang lebih tiga setengah tahun kuhabiskan di Kota Medan dan satu tahun delapan bulan kuhabiskan di Kota Malang.


Setahun sudah aku mengukir jejak – jejak kehidupan di Kota kecil ini. Kuala Simpang dan sekitarnya. Berharap ketika aku kembali maka nafas ini dapat lebih lega setelah sekian lamanya di luar kota, namun ternyata malah sebaliknya. Ya, kuakui diri ini begitu lemah, tidak memiliki kekuatan apapun kecuali atas pertolongan, kekuatan dari Allah Yang Maha Kuasa.


“Bagaimana suasana Ramadhanmu di sana, Ndah?”

“10 Ramadhan pertama, kuhabiskan waktu di rumah. 10 Ramadhan kedua, kuhabiskan di Pondok Tahfidz Qur’an dan Pesantren Kilat (Sanlat). 10 Ramadhan ketiga, kuhabiskan dengan mengemis keampunan-Nya. Bermalam – malam, bersama-Nya.”


Di Ramadhan ini, ga ada yang kulakukan selain terus menerus memuhasabahi diri. Banyak sekali catatan – catatan perjalanan yang pada hakikatnya masih tak kujumpai ketenangan pada diri. Semakin hari semakin kekhawatiran mencuat di hati. Adakah amalku telah diridhai oleh-Nya selama ini?


“Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fa’fuanni... Ya Rabb.” Pintaku pada-Nya, selalu.


Sebab dosa – dosa itu lebih hitam dan kelam. Aku tak sanggup membayangkan bagaimana kelak pertanggungjawabannya di hadapan Sang Maha Pengadil. Ah, ntahlah... 

Terhadap orang – orang yang pernah dengan sengaja atau tidak sengaja kusakiti hatinya. Terhadap diriku sendiri yang masih belum mampu mengontrol diri. Terhadap Imanku yang masih saja naik dan turun. Ingin saja kuselesaikan semua ini, sengketa di dunia. Sebab, damailah yang kucari.


Menjadi Instruktur Sanlat itu sesuatu. :) Hahah 
Aku lebih banyak diam. Diam - diam mencari peserta terbaik. :) Dua yang di belakangku, yang lebih aktif bercerita di forum. Kita tertakdirkan bertemu lagi menjadi Instruktur Sanlat di SMA 3 Kejuruan Muda, khususnya @RamaAlFathana @ElaElShirazi @UstAwal @Dimas


 5 Intstruktur sudah cukup. :) 

Berikan Ramadhan Terbaik. Road show Syeikh dari Palestina, Syeikh Aiman. #ACT

Stand by di Masjid pertama, Masjdi Istiqomah.

Masjid kedua, Masjid Nurhasanah

Just for Palestine.


Ramadhan kali ini menjadi titik muhasabah, introspeksi diri. Begitu banyak hal yang telah kulalui. Semua itu tak lain dan tak bukan adalah tentang orang – orang yang pernah membersamai langkah yang tertatih ini. Bukan tentang diri ini. Ujian terberat yang masih saja harus kurenungi, kumuhasabahi adalah tentang suatu ujian. Ujian itu tak pernah meminta materi padaku, tak pernah menyakiti fisikku, tak pernah melukai. Sama sekali. Namun, ujian itu seakan menyandera diriku, waktuku, fikiranku, dan bahkan keteguhan Imanku.

Tentang sebuah perjalanan, ketika langkahku terikat untuk terus membersamai langkah – langkah perjuangan rakyat Palestina. Merasai beratnya deru nafas mereka yang setiap saat tak henti dari kekejaman tirani, penguasa dhalim dan tamak akan pemberian Ilahi.

Aku sangat bersyukur pada-Nya. Tentang ujian yang silih berganti, semakin menguatkan hati, meneguhkan langkah yang tertatih, dan menguatkan tekad untuk kembali melesat. Mungkin saat ini aku sedang mundur, mengatur nafas dan menata langkah untuk kemudian melompat lebih jauh. Ya, aku ingat sekali dengan ucapan - ucapanku waktu itu. "Jadilah engkau pengembara seperti Ibnu Batutah. Kepakkan sayapmu seluas - luasnya." 

Episode ini seakan tak akan pernah terulang lagi. Ia bagai semburat jingga di ufuk Barat, hendak mengakhiri waktu perjalanan cahaya dan kembali menjumpai gelap, lalu setelahnya mungkin saja kembali terbit perjalanan baru, kisah – kisah manis baru yang akan kulalui dengan orang – orang baru atau tetap dengan orang – orang yang lama. Jika pun masih dibersamai dengan jiwa – jiwa lama, semoga kemesraan yang telah lalu masih terus ada, bahkan menjadi nyala semangat yang semakin benderang menyinar seluruh keabadian kisah – kisahku.

Terimakasih pada semua yang telah mengenalku selama di sini. Membersamai langkah lunglaiku. Mungkin saja banyak sekali catatan hitam ketika kita bersama, namun maafkanlah... karena aku hanya manusia biasa. Bukan malaikat yang terpisah dari kawanannya.

Kelak, jika masih langkahku terjejaki di sini... jangan pernah henti untuk kembali membersamai perjuangan ini. Terimalah tanda kasih dan maaf yang terdalam. Kalian yang telah membersamai langkahku, telah kuanggap menjadi bahagian berarti di jalan setapak ini. Kita membantu meringankan beban saudara kita di Palestina, hanya karena meraih ridha-Nya. Kelak jika langkahku tersandung di hari pembalasan, mintalah pada-Nya agar kita kembali bersama - sama. Menikmati jerih payah perjuangan kita. Manis pahit langkah mungil kita, hanya untuk Palestina.

Taqabbalallahu minna wa minkum
Shiyamana wa shiyamakum

Sukarakyat, 18 Juni 2018 | 4 Syawal 1439 H
Di bawah langit hitam