Minggu, 22 April 2018

Aku: Butir Bening yang Berjatuhan



Bismillah

dan waktu telah mendekati dhuha
Aku masih tak beranjak dari kesendirianku
Menahan suatu rasa yang tak mampu kuterka
Hendak ke manakah berlabuhnya?

Kuhadapkan wajahku pada cermin itu
Aku malu...
Ntah perasaan apa yang tiba-tiba menyeruak
memenuhi dada
Ingin sekali kudengar jawaban atas tanya
"Ya Rasulullah, bagaimana engkau mampu memberi begitu banyak cinta?"
"Ya Rasulullah, bagaimana engkau mampu menjadikan semua sahabat cemerlang seperti bebintang?"

Ingin diri menyamai sedikit saja 
Mampu memberi cinta pada semesta atas keridhaan-Nya
Namun nyatanya...
Laa quwwata illabillah

Pada kalam-Mu yang kuingati
Maka sesungguhnya aku milik-Mu
dan sesegera mungkin akan kembali dalam pelukan-Mu
Wahai rabb-ku, aku rindu
Rindu rindu rindu...
Aku rindu.

Sesungguhnya atas setiap nikmat-nikmat pemberian-Mu
Aku sangat membutuhkan
Bahkan butir-butir bening yang kian berjatuhan
Aku sungguh membutuhkan
Karena dengannya, hatiku menjadi lega

Sebab, begitu banyak rasa yang tak mampu kuurai
Hanya mampu menyentuh cinta-Mu dengan butir bening
yang masih saja membasahi sajadahku
Wahai dzat Yang Maha Adil, aku pasrah atas kehendak-Mu


Relung dhuha






Selasa, 17 April 2018

Aku: Isyarat Pertemuan


Bismillah...

Di bawah naungan para malaikat-Nya kuurai taburan kata yang terus berdesakan di pikiranku sejak waktu lalu. Mungkin ini adalah luahan rasa yang tak kunjung reda. Ia masih saja bertanya-tanya pada keterangan yang tampak nyata atau tidaknya.

Pernah ada masa-masa
di mana aku hanya ingin sendiri saja
Meredakan resah-resah di jiwa tanpa ada penawarnya
Hanya bersediri saja

Pernah ada masa-masa
di mana aku membutuhkan orang lain
untuk mengusir sepi yang tak lazim
hanya kunikmati sendiri.
Namun nyatanya,
ketika bersama mereka pun aku merasa hampa

Pernah ada masa-masa
di mana aku memutuskan
bahwa dunia ini terlalu luas
untuk kunikmati sendiri
dan aku ingin mencari kebahagiaan yang hakiki

Pernah ada masa-masa
kuhempas perasaan orang lain
karena Iman ku yang masih compang camping,
dan kemudian aku mendapati diri
bahwa diriku benar-benar dikuasi oleh ego-ku sendiri

Pernah ada masa-masa
aku jatuh bersimpuh di hadapan-Nya.
Merasa kehilangan arah
dan hanya kepada-Nya
tempat aku kembali berserah diri

Pernah...
_______________________

Dulu, aku pernah berpikir bahwa tak ada yang lebih baik dari orang tua ku. Sehingga aku tak membutuhkan orang lain dalam hidupku. Aku tak pernah menaruh harapan apapun pada orang lain itu, karena memang kekecewaan besar yang hanya akan menyelimuti hatiku.

Namun, seiring berjalannya waktu... Perlahan hidayah merasuk lembut menyusup ke relung-relung hatiku.


Pada sebuah pertemuan yang karena-Nya aku dan dia dipertemukan. Mungkin ini adalah perjalanan awal sehingga aku tampak berbeda dari sebelumnya.

Kisah itu bermula saat aku mengikuti sebuah daurah atau pelatihan yang diadakan oleh Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al-Izzah IAIN Sumatera Utara. Aku di hadapan dengan orang-orang yang memiliki kesungguhan dalam memperbaiki diri.

Satu per satu, sebuah nama masuk dan lekat di ingatan. Ntah bagaimana bisa, namun itulah nyatanya. Aku pun ikut merasakan keanehan untuk mencoba peduli dengan orang lain. Bagaimana tidak? Dulunya, aku tak punya rasa iba pada orang lain. Karena memang Ibuku tak pernah mengajarkan aku untuk memelas belas kasihan dari orang lain. Namun, sepertinya aku salah mengerti makna dari apa yang dipesankan oleh Ibuku. Hingga akhirnya aku tumbuh menjadi remaja yang begitu angkuhnya. 

Masa putih abu-abuku hanya kuhabiskan untuk belajar dan mencoba untuk menggungguli orang lain, dalam hal apapun. Ntahlah, seperti tak ada baiknya. 

Kini, aku seperti menemukan sesuatu yang baru. Sesuatu yang dapat kunikmati dan tentunya Allah juga meridhai. Dipertemukan dengan orang-orang yang membuatku semakin mengingati-Nya adalah sebuah anugerah yang tak mampu kujabarkan melalui kata-kata.



Setelah daurah usai, aku dikumpulkan dengan beberapa orang di satu kelompok. Meskipun aku telah mengetahui apa tujuan dikumpulkannya kami dalam sebuah kelompok tersebut, namun aku tetap mengikuti perintah kakak senior di LDK saja. Lebih aman, tanpa banyak bertanya.

Lama semakin lama, kedekatan emosional diantara kami pun terjalin. Pertemuan yang hanya berdurasi 1-2 jam dan tak lebih membuatku candu, rindu bila tidak bertemu. Kami saling menyemangati untuk datang ngaji as Liqo as Halaqah di tiap weekend. Kami saling berbagi, saling memberi. Jujur saja, aku tak berbekal ilmu agama yang kuat, matang. Pergi kuliah ke tanah rantau hanya modal bismillah dan nekat saja. Wajar bila aku jatuh hati pada kelompok kecil ini. Meskipun tak banyak materi yang kudapatkan, namun diriku terbiasa ditempa untuk langsung mengaplikasikan setiap materi yang aku dapatkan. Misalnya, untuk menegakkan sholat lima waktu dan menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah Saw.



Untuk memahami perjalanan di Tarbiyah ini, memang butuh kesabaran. Karena hikmah tidak selalu kutemukan saat aku inginkan. Melainkan hikmah datang ketika jiwaku sedang tenang dan lantas aku bersegera untuk kembali memperbaiki diri. Kadang hikmah menyentuh lembut relung hatiku saat aku sedang bersedirian dan kadang saat aku sedang dalam keramaaian. Namun, semua itu benar-benar nikmat Allah untuk mengarahkan aku agar senantiasa dalam koridor-Nya. Ketika aku lupa, Allah kembali mengingatkan. Ntah mungkin melalui teman-teman terdekatku atau guru-guruku.



Duduk melingkar, kadang di bawah naungan rindangnya pepohonan. Kadang di bawah naungan megahnya Masjid. Selain menambah kecintaan kami pada Rabb semesta alam, tentunya menambah kerinduan kami untuk sebuah pertemuan yang kami nantikan kelak. Bertemu idola sejati, Muhammad Saw. Seseorang yang tak pernah kami lihat, namun cintanya pada kami terasa begitu dekat.



Bersamamu di jalan-Nya adalah rasa yang selalu rindu. Ntah bagaimana lagi aku mampu membalas segala kebaikan-kebaikan kalian semua yang telah dan pernah membersamai langkahku yang begitu tertatih di jalan setapak ini. Kalian begitu menguatkan. Kalian begitu menegarkan. Kalian begitu mendoakan. Meski aku begitu menyadari, bahwa sesungguhnya diri ini tak pantas dibersamai oleh jiwa-jiwa nan suci lagi senantiasa dicintai oleh-Nya, Rabb kita semua.

Teruntuk yang pernah membersamai langkah ini, sungguh aku... "Ana uhibbukum fillah".

Rabu, 04 April 2018

Aku: Mesra Lagi ke Allah



Bismillah...

Setiap waktu kita mungkin saja melakukan dosa. Bahkan ketika kita selesai berdzikirpun, maka dengan segera para penyeru kemaksiatan (syaithan) datang untuk mengingatkan kita tentang banyak hal yang dapat melalaikan kita dari mengingat Allah. 
.
.
Mungkin saja tentang pekerjaan kita. Kita berupaya memikirkan cara tercepat untuk meraih keuntungan tanpa keterlibatan Allah di dalamnya. Sehingga tak elak jika syaithan lah yang turut andil dalam persoalan dunia kita. Naudzubillah.

Itulah kenapa ketika kita masih diberi waktu 24 jam yang di dalamnya terdapat waktu khusus untuk kita melakukan pendekatan ke Allah. Melalui sholat 5 waktu. Kita sholat bukan disisa-sisa waktu kerja kita, bukan. Kita bekerja hanya untuk memanfaatkan waktu penantian sholat. Sehingga, waktu-waktu sholat menjadi hal utama diantara pekerjaan kita lainnya. Ngedate bareng Allah. Wasjud waqtarib, sujudlah serta dekatkanlah (dirimu kepada Allah).

Minta solusi ke Allah, jika kita punya masalah. Minta jalan kemudahan Allah, jika kita mengalami kesulitan. Minta keberkahan Allah, jika kita masih saja merasa kekurangan atas apa saja yang telah Allah berikan.

Kembali ke Allah, jika dada kita terasa menyesakkan. Bukankah segala kelapangan datangnya dari Allah? Mungkin saat ini kita melakukan maksiat, tapi setelah itu jika masih ada kesempatan... Kenapa tidak kita bersegera menuju keampunan-Nya. Wasari'u ila maghfiroh. 

Semoga ketika kita kembali kepada-Nya dan Dia menerima taubat kita... Maka cinta-Nya yang akan terus mendekap kita sampai kita menutup usia dan kembali lagi kepada-Nya. 

Wallahu a'lam.


Minggu, 01 April 2018

Aku: Teruslah Melangkah

Sungguh, tidak ada yang sanggup memikul amanah dakwah kecuali para anbiya, para Nabi dan Rasul-Nya. Ummat yang dirindukan ini kadang terlalu lemah untuk tetap tegak ketika melalui rintangan dakwah, terlalu serakah mencecapi nikmat duniawi, terjebak karena niat yang masih salah.

Allah, aku cape. Tapi jika Engkau ridha, aku lanjut.
Allah, aku lemah. Tapi karena Engkau yang menguatkan maka aku lanjut.
Allah, ingin rasanya berhenti. Tapi aku tak ingin ketinggalan para pelaku kebaikan yang terus saja melibatkan dirinya dalam kebaikan.
Allah... Laa haula wa laa quwwata illabillah
Allah, lapangkan dadaku... Untuk terus melanjutkan estafet dakwah Rasulullah Saw ini

Dan target dakwah fardiyah ternyata juga memiliki porsi yang justru menyita perhatian. Kadang aku berhenti, kadang aku harus duduk sejenak, kadang aku harus menahan tangis, dan tak jarang jadi korban cemoohan. Tapi, biarlah. Semoga menjadi ladang amal ketika kelak aku tiada. Dan dia terus mendo'a untukku. 

Semoga kelak dia menjadi pelaku dakwah ilallah terbaik. Meski kini aku harus menahan pahit karena memang tak mudah menjalin kasih sayang yang begitu berharga. 

Yah, lagi lagi aku akan terus melangkah. Sehari, dua hari ke depan, aku juga ga akan tahu seperti apa. Mensyukuri nikmat-nikmat pemberian-Nya adalah bentuk syukurku sebagai hamba. Termasuk menerimamu sebagai rizki atau ujian dari-Nya. Aku akan bersyukur dan bersabar.

Sebening rupa shubuh
2 April 2018