Selasa, 17 April 2018

Aku: Isyarat Pertemuan


Bismillah...

Di bawah naungan para malaikat-Nya kuurai taburan kata yang terus berdesakan di pikiranku sejak waktu lalu. Mungkin ini adalah luahan rasa yang tak kunjung reda. Ia masih saja bertanya-tanya pada keterangan yang tampak nyata atau tidaknya.

Pernah ada masa-masa
di mana aku hanya ingin sendiri saja
Meredakan resah-resah di jiwa tanpa ada penawarnya
Hanya bersediri saja

Pernah ada masa-masa
di mana aku membutuhkan orang lain
untuk mengusir sepi yang tak lazim
hanya kunikmati sendiri.
Namun nyatanya,
ketika bersama mereka pun aku merasa hampa

Pernah ada masa-masa
di mana aku memutuskan
bahwa dunia ini terlalu luas
untuk kunikmati sendiri
dan aku ingin mencari kebahagiaan yang hakiki

Pernah ada masa-masa
kuhempas perasaan orang lain
karena Iman ku yang masih compang camping,
dan kemudian aku mendapati diri
bahwa diriku benar-benar dikuasi oleh ego-ku sendiri

Pernah ada masa-masa
aku jatuh bersimpuh di hadapan-Nya.
Merasa kehilangan arah
dan hanya kepada-Nya
tempat aku kembali berserah diri

Pernah...
_______________________

Dulu, aku pernah berpikir bahwa tak ada yang lebih baik dari orang tua ku. Sehingga aku tak membutuhkan orang lain dalam hidupku. Aku tak pernah menaruh harapan apapun pada orang lain itu, karena memang kekecewaan besar yang hanya akan menyelimuti hatiku.

Namun, seiring berjalannya waktu... Perlahan hidayah merasuk lembut menyusup ke relung-relung hatiku.


Pada sebuah pertemuan yang karena-Nya aku dan dia dipertemukan. Mungkin ini adalah perjalanan awal sehingga aku tampak berbeda dari sebelumnya.

Kisah itu bermula saat aku mengikuti sebuah daurah atau pelatihan yang diadakan oleh Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al-Izzah IAIN Sumatera Utara. Aku di hadapan dengan orang-orang yang memiliki kesungguhan dalam memperbaiki diri.

Satu per satu, sebuah nama masuk dan lekat di ingatan. Ntah bagaimana bisa, namun itulah nyatanya. Aku pun ikut merasakan keanehan untuk mencoba peduli dengan orang lain. Bagaimana tidak? Dulunya, aku tak punya rasa iba pada orang lain. Karena memang Ibuku tak pernah mengajarkan aku untuk memelas belas kasihan dari orang lain. Namun, sepertinya aku salah mengerti makna dari apa yang dipesankan oleh Ibuku. Hingga akhirnya aku tumbuh menjadi remaja yang begitu angkuhnya. 

Masa putih abu-abuku hanya kuhabiskan untuk belajar dan mencoba untuk menggungguli orang lain, dalam hal apapun. Ntahlah, seperti tak ada baiknya. 

Kini, aku seperti menemukan sesuatu yang baru. Sesuatu yang dapat kunikmati dan tentunya Allah juga meridhai. Dipertemukan dengan orang-orang yang membuatku semakin mengingati-Nya adalah sebuah anugerah yang tak mampu kujabarkan melalui kata-kata.



Setelah daurah usai, aku dikumpulkan dengan beberapa orang di satu kelompok. Meskipun aku telah mengetahui apa tujuan dikumpulkannya kami dalam sebuah kelompok tersebut, namun aku tetap mengikuti perintah kakak senior di LDK saja. Lebih aman, tanpa banyak bertanya.

Lama semakin lama, kedekatan emosional diantara kami pun terjalin. Pertemuan yang hanya berdurasi 1-2 jam dan tak lebih membuatku candu, rindu bila tidak bertemu. Kami saling menyemangati untuk datang ngaji as Liqo as Halaqah di tiap weekend. Kami saling berbagi, saling memberi. Jujur saja, aku tak berbekal ilmu agama yang kuat, matang. Pergi kuliah ke tanah rantau hanya modal bismillah dan nekat saja. Wajar bila aku jatuh hati pada kelompok kecil ini. Meskipun tak banyak materi yang kudapatkan, namun diriku terbiasa ditempa untuk langsung mengaplikasikan setiap materi yang aku dapatkan. Misalnya, untuk menegakkan sholat lima waktu dan menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah Saw.



Untuk memahami perjalanan di Tarbiyah ini, memang butuh kesabaran. Karena hikmah tidak selalu kutemukan saat aku inginkan. Melainkan hikmah datang ketika jiwaku sedang tenang dan lantas aku bersegera untuk kembali memperbaiki diri. Kadang hikmah menyentuh lembut relung hatiku saat aku sedang bersedirian dan kadang saat aku sedang dalam keramaaian. Namun, semua itu benar-benar nikmat Allah untuk mengarahkan aku agar senantiasa dalam koridor-Nya. Ketika aku lupa, Allah kembali mengingatkan. Ntah mungkin melalui teman-teman terdekatku atau guru-guruku.



Duduk melingkar, kadang di bawah naungan rindangnya pepohonan. Kadang di bawah naungan megahnya Masjid. Selain menambah kecintaan kami pada Rabb semesta alam, tentunya menambah kerinduan kami untuk sebuah pertemuan yang kami nantikan kelak. Bertemu idola sejati, Muhammad Saw. Seseorang yang tak pernah kami lihat, namun cintanya pada kami terasa begitu dekat.



Bersamamu di jalan-Nya adalah rasa yang selalu rindu. Ntah bagaimana lagi aku mampu membalas segala kebaikan-kebaikan kalian semua yang telah dan pernah membersamai langkahku yang begitu tertatih di jalan setapak ini. Kalian begitu menguatkan. Kalian begitu menegarkan. Kalian begitu mendoakan. Meski aku begitu menyadari, bahwa sesungguhnya diri ini tak pantas dibersamai oleh jiwa-jiwa nan suci lagi senantiasa dicintai oleh-Nya, Rabb kita semua.

Teruntuk yang pernah membersamai langkah ini, sungguh aku... "Ana uhibbukum fillah".

2 komentar:

  1. Masya Allah kk indah..
    Keren sangaaaat...💜

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maa syaa Allah, laa quwwata illabillah.

      Masih pembelajar juga Ki... :) Kasih masukan yak buat tulisan² sayah. Hihi

      Hapus