Bismillah
Salam volunteer!
Happy milad untuk FLP ke - 21
Tulisan ini sebagai perwakilan
rasa yang bermusim. Tak selalu panas dan tak selalu berpenghujan. Namun
tetaplah sebagai perjalanan seorang relawan di jalan Allah.
Ntah dari mana aku harus
menuangkan kata – kata yang terus bermunculan di pikiranku sejak jum’at malam
hingga siang menjelang dhuhur ini. Aku sangat bersyukur agenda yang kami
laksanakan berjalan maksimal dan mendapatkan hasil yang juga maksimal.
Alhamdulillah Panitia Penggalangan Dana pada Aksi Peduli Palestina Aceh Tamiang
telah mengumpulkan donasi sebanyak Rp. 74.892.000,- menurut sumber hitung cepat
yang dikhabarkan oleh panitia. Dibalik kesuksesan itu aku gagal mengelola rasa.
Ntahlah, sebagai manusia sungguh kuakui terlalu sering aku melakukan kesalahan.
Sampai – sampai tak sengaja kugoreskan luka di hatinya. Sungguhpun tak inginku
begitu. Ntahlah sikapku yang tampak seperti Umar bin Khattab ketika marah
sehingga membuatnya takut padaku. Benar, ketika itu aku memang marah, aku tak
berpikir panjang. Mungkin saja kata – kata yang terucap dariku seperti bara api
baginya dan ketika itu pula dia tak mampu menepisnya. Aku masih gagal mengelola
rasa.
“Tahan air matamu, Ndah! Jangan
biarkan ia terjun lagi dari sudut – sudut
matamu!” Bisik hatiku, sambil ku tatap langit – langit kamarku, mencoba
menahan genangan bening – bening air mata yang serasa ingin tertumpah kembali. Hatiku
masih saja menahan gemuruh yang terus menerus membuat mendung wajahku dan
sesekali air mataku tertumpah begitu saja. Ntah karena aku cengeng atau karena
vefer yang lagi melanda. Jadi keinget almh. Ibu dan bawaannya pengen nangis
mulu.
Aku mencoba mengulang – ulang
ingatanku untuk merangkai kisahku sedari tahun lalu, 06 Desember 2017. Perasaan
yang bercampur aduk, sedang aku tak mampu mengurainya satu per satu.
Tepat setelah Donal Trump
menyatakan bahwa Yerussalem sebagai Ibu Kota Israel, membuat hati nuraniku sebagai
manusia resah dan sebagai relawan, akalku memulai bekerja mencari jalan keluar
untuk mengumpulkan orang – orang yang bisa membantu melakukan penggalangan dana
untuk Palestina. kucoba untuk terus mengajak junior di SMA-ku dulu. Setelah
beberapa orang bersedia untuk turun jalan melakukan penggalangan dana, kami
memulai langkah awal untuk membantu meringankan beban Palestina, membantu
perjuangan mereka di sana. Bismillah
Setelah sekian lamanya kami (Aku
dan beberapa anggota MRI Aceh Tamiang ditemani pasukan tangguh) mengupayakan penggalangan dana ternyata
masih belum cukup rasanya untuk memberikan yang terbaik pada Palestina. Tiga
kali kami melakukan penggalangan dana, di setiap hari jum’at namun hanya mampu
mengumpulkan tak lebih dari delapan juta.
Gayung bersambut, setelah Aksi
Bela Palestina di Monas membuatku semakin mantap untuk merealisasikan aksi yang
serupa di Aceh Tamiang. Memang Aceh Tamiang tak luas – luas banget dan tak
terlalu ramai penduduknya, namun keyakinan ini semakin mantap ketika masih ada
saja masyarakat yang tidak mendapatkan informasi terkini Palestina.
“Memangnya Palestina kenapa dek?
Ada bencana apa di sana?” Tanya seorang pedagang pasar ketika kami melakukan
penggalangan dana. Pertanyaan yang sama juga terlontar dari beberapa pedagan
lainnya. Karena inilah aku mencoba memutar otak, mencari jalan keluar untuk
memberikan informasi tentang Palestina.
Seiring berjalannya waktu, kami
(MRI Aceh Tamiang) bersepakat untuk mengadakan Aksi Bela Palestina. Diawali
dengan mengadakan rapat anggota pengurus harian dan kemudian disusul mengajak
serta Ormas dan OKP yang ada di Aceh Tamiang. Bukan kami tak mampu mengadakan
agenda ini, namun kami ingin melibatkan seluruh Ormas dan OKP yang ada sehingga
aksi ini dapat dilaksanakan dengan maksimal dan mendapatkan hasil donasi yang
mencukupi target.
Target awal pelaksanaan Aksi Bela
Palestina adalah tanggal 06 Januari 2018. Namun setelah rapat kembali dan
menimbang kesiapan masing – masing
anggota maka tak akan mungkin mampu tercapai dan aksi tertunda. Pertemuan
berikutnya setelah mengundang Ormas dan OKP yang ada kami menyepakati untuk
melaksanakan Aksi Bela Palestina pada tanggal 19 Januari 2018. Berikut
pembagian tugas yang terdiri dari Ketua Panitia, Korlap, Media dan Publikasi,
Humas, Konsumsi dan lain sebagainya. MRI sendiri bertugas untuk menyiapkan
segala sesuatu yang berkaitan dengan surat menyurat. Kurang dari 8 hari kami
menyiapkan segala kebutuhan di hari Aksi Bela Palestina.
Pikirku saat itu, setelah rapat
pembangian tugas, aku tak memiliki amanah apapun karena kurasa cukup Ketua MRI
mewakili pembuatan surat – surat yang dibutuhkan. Aman.
Mendekati hari aksi, hatiku
sedikit resah. Kenapa grup yang tergabung dalam Panitia Aksi Peduli Palestina
Aceh Tamiang tampak sepi. Tak ada laporan masuk ke grup. Sejurus kemudian
langsung ku japri Korlap.
“Assalamu’alaikum, Bang. Grup kok
sepi yak? Tak ada laporan dan lain sebagainya. Oh iya ada saran dari seroang
guru setelah kami berbincang waktu lalu, bliau menyarankan untuk
mengikutsertakan anak – anak SMA/SMK yang ada di sekitaran Aceh Tamiang.
Bagaimana Bang?”
“Wa’alaikumussalam, ide yang
bagus dek.”
Sejak saat itu aku mulai terlibat
aktif dalam Panitia Aksi Peduli Palestina Aceh Tamiang. Memikirkan segala hal
yang dibutuhkan dan melakukan hal yang mampu kulakukan. Ditambah sebelumnya,
aku sempat ditelpon Ummi A, isi dari pembicaraan beliau membuatku semakin kalut
dan bingun harus melakukan apa.
“Kak, Aksinya jadi kah? Kok ga
ada tanda – tanda mau buat Aksi?” tanya Ummi A.
“In syaa Allah, jadi Mi.”
“Ya sudah, besok ke rumah Ummi
ya! Secepatnya.”
Hari itu tepat hari selasa, 14
Januari 2018. Pukul 08.30 wib aku bergegas menuju rumah Ummi. Sesampainya di
sana kami sempat ngombrol sebentar terkait aksi. Bla bla bla
“So, apa yang bisa kita lakukan
pagi ini? berhubung Ummi lagi free.”
“Ya sudah mi, Indah langsung buat
surat untuk dinas ya.”
Tak butuh waktu lama untuk
mengedit surat yang ingin kutujukan ke Dinas Pendidikan. Karena memang dari awal
sudah dikoreksi oleh Bu U, karena beliaulah yang memberikan saran untuk
memasukkan surat ke Dinas Pendidikan agar mengeluarkan surat edaran untuk
mendukung Aksi Peduli Palestina dengan mendonasikan sedikit maal dan
keikutsertaan warga sekolah. Setelah ku-edit surat dan ngeprint, langsung aku
kembali ke rumah Ummi.
“Ummi udah siap masak, ayo kita
berangkat!” ajak Ummi
Aku tak berpikir panjang,
mengiyakan semua perkataan Ummi, tak mampu aku membantahnya.
“Bang Irul, kita ke SMK dulu!”
Mobil kami melaju perlahan, sesekali
Ummi bicara tentang anak – anaknya dan kisah – kisah hidupnya selama di bangku
kuliah. Luar bisa perjuangan beliau. Semobil dengan Ummi cukup berkesan bagiku,
pagi itu.
Sesampainya di SMK, Bu U dan Bu F
menyambut kami.
“wah wah wah spesial kali Kak
Indah. Kakak, lain kali untuk urusan seperti ini jangan libatkan Ummi ya!”
Setelah bicara panjang lebar dan
mendapatkan titik terang dari Bu U dan Bu F tentang koordinasi ke Kepala Dispen,
kami kembali ke rumah Ummi karena waktu semakin mendekati waktu dhuhur. Aku tak
mampu menerka apa sebenarnya maksud dari pesan Bu U padaku. Namun cukup membuat
sajadahku basah dhuhur itu. Tak sempat aku berdoa, kudengar Ummi mengangkat
telpon dari Bapak.
“Kak Indah sudah siap sholatnya
kan? Langsung ke Dinas Pendidikan ya, tadi Bapak nelpon kalau Kepala Dispen
sudah di kantor. Makan siangnya tunda dulu ya sebentar, setelah dari dinas baru
makan, OK” Ummi menyunggingkan senyum semangat untukku.
Biarlah kutahan lapar, agar beres
dulu urusan akhirat satu ini. sesampainya di kantor dinas, aku langsung
memberikan surat kepada beliau dan beliau membacanya dengan seksama.
“Oh begitu, Bapak wabup tadi juga
sudah telpon saya. Jadi saya sebagai Kepala Dinas akan mendukung Aksi Peduli
Palestina ini dan akan mengeluarkan surat edaran untuk seluruh SMA/SMK yang ada
di Aceh Tamiang.”
Tak butuh waktu lama untuk
berdialog dengan Kepala Dispen, kami langsung kembali ke rumah Ummi. Setengah
hari dari hari senin itu kuhabiskan bersama Ummi A dan Kepala Dispen. Setelah
makan siang, aku kembali ke rumah tahfidz untuk mengajar anak – anak.
Selasa, rabu, dan kamis berlalu
begitu singkat, bagai kedipan mata rasanya. Di sela – sela kewajibanku sebagai
guru tahfidz, kusempatkan pula melatih anak – anak untuk menampilkan Teatrikal
Palestina. Berkali – kali kami melakukan latihan Teatrikal, sampai di H-2 atau
H-1 Idham jatuh sakit dan opname. Idham cukup banyak membantu sedari awal kami
melakukan penggalangan dana. Semangat membantunya untuk Palestina cukup terlukiskan
dari raut wajahnya, begitu pun adik – adik lainnya, namun Idham yang selalu
sami’na wa atho’na ketika kuajak untuk Galang Dana. Semoga kamu lekas sehat
Dham. Maaf belum sempat ngejengukin.
Jum’at, 19 Januari 2018.
“Rabbi, tolonglah kami di acara
ini, tolonglah Ya Rabb. Cukupkan segala kekurangan, cukupkan segala kekurangan,
cukupkan Ya Rabb.”
Aku tak mampu berkata apa – apa
selain doa dan terus menyiapkan segala kebutuhan Aksi, dari hal yang terkecil
sampai hal yang cukup urgen semampuku.
“Rizki, sudah di lokasi Pak?”
“Ini, Ummi Indah ya? Rizki sudah
di lokasi ini sama saya, Ayahnya.”
“Ok, Pak. Mohon tunggu sebentar
di sana. Saya sedang menyiapkan jama’ah yang akan long march dari Mesjid
Syuhada.”
Alhamdulillah, Rizki sudah
sampai. Rizki? Siapa dia? Dia bocah kelas 4 SD, tapi suaranya ketika tilawah
qur’an... maa syaa Allah. Hapalannya sungguh cepat nempel di otak. He is so
smart boy. Cerdas.
Sekitar pukul 14.15 wib jama’ah
sudah memenuhi pelataran masjid. Tak lama kemudian Korlap dibantu oleh Polisi yang
bertugas mengamankan Aksi memberikan aba – aba kepada jama’ah untuk bersiap
melakukan long march. Tak lama Pak Wabup juga telah hadir dan akan mendampingi
kami untuk long march.
Jarak dari mesjid Syuhada ke
kantor DPRK tak jauh, kurang lebih 10 - 15 menit jika berjalan kaki. Sesampainya
di sana kami sudah di sambut oleh Pak Bupati. Maa syaa Allah. Ketika berjalan
didampingi Pak Wabub dan ketika sampai disambut oleh Pak Bupati. Terbayang
seperti apa decak kagum pada kedua pemimpin yang baru saja dilantik akhir bulan
desember lalu.
Pembawa acara kali ini adalah Ust
Awal. Bliau sudah tak asing bagiku, sempat bertemu sapa dalam agenda pesantren
kilat tepatnya kami sebagai Instruktur sanlat.
“Ndah, mana rundown acara?”
“Lah, kan sudah saya kirim di
grup, bang.”
Sejak acara di mulai, di situ
pula banyak telpon masuk. “Ndah di mana?” “Ndah, sini sebentar!” “Mana anak –
anak yang mau Teatrikal?” “Mana yang ngaji?” “Kak, tolonglah!”
Sah. Otakku bak komputer error.
Ditambah lagi Ketua yang sempat ngomong hal yang tak kuinginkan.
“Kakak ingatkan team hitung cepat
yang di Langsa. Kayak gitu kak seharusnya.”
“Iya, ngerti.”
“Kakak sekarang apa posisi?”
“Lah, kan saya hitung cepat.”
Bla bla bla
“Iya, jangan siap – siap aja.”
“Iya jangan siap – siap aja.” Itu
kata buat semua berubah. Moodku asli berubah. Dada terasa panas, wajahku pun
mulai mendung. Tanpa sadar semua juga jadi bertanya – tanya. “Kenapa Ndah?”
“Adek ga pa pa kan?” “Sehat kan dek?”
selesai acara kuajak anak – anak
Teatrikal untuk istirahat, minum dan makan makanan yang telah disediakan oleh
ummahat yang mendonasikan sedikit maalnya untuk acara ini. barakallah fi maalik
wa ahlik. Allah sebaik –baik pemberi balasan.
Setelah semua selesai makan, tiba
– tiba seseorang ntah bicara apa, aku pun telah lupa kurang lebihnya tentang
surat edaran dari Dinas Pendidikan yang menghimbau seluruh SMA/SMK untuk turut
berdonasi dan ikut serta di Aksi Peduli Palestina.
“Jadi, SMA kita ga nyumbang sama
sekali?” suaraku mengeras
Ketika itu, spontan aku bereaksi
seperti singa yang hendak menerkam korban yang tak berdosa. Kuluahkan begitu
saja di depan anak – anak teatrikal. Dan ... sebuah hati tampaknya terluka. Aku
tak menduga kalau dia begitu halus hatinya dan tak menerima betapa kerasnya
suaraku ketika itu.
Tahukah kau betapa sulitnya
posisiku saat itu. Kucoba menahan magh yang tampaknya sudah menggerus – gerus
dan mendung yang terus menggelayut di wajahku agar tampak biasa saja di hadapan
kalian semua. Namun tampaknya dia tak menerima itu semua.
“Kenapa bisa begitu? Tau kalian
susah payah kakak korbankan waktu mengajar anak – anak tahfidz hanya untuk
sebuah surat? Mondar – mandir hanya untuk mengupayakan semampu mungkin, berkejar
– kejaran bersama waktu dan harus menahan air mata bahkan rasa malu untuk ini
semua” jerit hatiku.
So, jadi relawan itu gak enak –
enak banget, ga seneng – seneng banget. Lebih banyak dicurigai dan siapa yang
mampu menahan itu semua? Jangan kau minta aku untuk sempurna.
Great team. Proud of you child!
So, pergerakan volunteers ga cuma omdo, tapi aksi nyata. Jangan ngaku volunteer kalau ga tahan sama semua beban. Endingnya aku cukup memahami nasihat Ibn 'Athaillah "Bukan sahabatmu, kecuali dia yang tetap bersahabat setelah mengetahui aibmu, dan tidak ada yang bisa seperti itu, selain Kekasihmu Yang Mulia. Sebaik-baik sahabat, adalah dia yang selalu memperhatikan kebutuhanmu, dan bukan karena sesuatu yang diharap darimu untuk dirinya."
Untukmu, Palestina.
#miladflp21
#kisahinspiratifFLP