Selasa, 23 Januari 2018

Punya Rasa Ini?

Di keterbatasanku sebagai manusia yang selalu hidup dengan pertolongan orang lain, tak sepantasnya aku memiliki rasa bangga walau hanya secuil saja.

Betapa banyak orang-orang yang merasa bangga kalau dirinya telah melakukan ini dan itu. Dia lupa satu hal, siapa yang pertama kali memberinya nama dan siapa yang akan melakukan proses pemakaman jenazahnya.

Duhai jiwa, periksalah hatimu! Masih adakah rasa ingin dipuji walau hanya sekali?

Kita terlalu mengumbar hal-hal yang sedikit sekali kita lakukan, namun pada puncaknya kita ingin menjadi orang yang selalu di pandang.

Ada penyakit di hatimu. Bersegeralah memohon ampunan Tuhanmu. Meski kita membawa dosa sebanyak langit dan bumi, jika kita segera menyadari betapa kerdilnya kita di hadapan-Nya maka Dia Yang Maha Ghaffar akan membentangkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada kita. Dia buka pintu ampunan untuk diri yang penuh gelimang dosa.

Tanyalah pada putih dan bersihnya hati! Masih adakah secuil rasa ingin disanjung puji?

Di bawah langit senja, desaku tercinta.

Bersamamu, Qur'anku

Bismillah...

Di pelataran syurga kuharap teduh, damai
Menuai langkah-langkah yang kutinggalkan di dunia
Hanya sejenak, 2 jam sahaja
Duduk, bersamamu... Qur'anku.



Pernahkah kau resah ketika seharian tak menyentuhnya? Mengecup dengan ta'zhim penuh rindu. Pernahkah?

Ini adalah jalan yang kupilih. Jalan yang mendekatkanku pada Rabbku. Memang tampaknya banyak yang memandang sebelah mata, "Hanya guru ngaji saja." Namun ada hal-hal yang lebih bernilai dan tak tampak oleh kebanyakan mata. Dia adalah hikmah yang terus mengguyur ke relung-relung jiwa. Dia adalah rasa rindu yang terus bertambah dan bertumbuh kepada Qur'an. Dia adalah jalan yang ditempuh para pewaris syurga. Membaca Qur'an, memahami isinya, menghafalkannya dan mengamalkan apa-apa yang telah dipahami darinya. Sehingga manusia itu akan menjadi sebaik-baik makhluk ciptaan-Nya.

Bersambung...

Kamis, 25 Januari 2018

Waktu yang terus berlalu seakan tak memberikan kesempatan kali kedua untukku mengulangnya. Kemarin hanya bekas yang bisa kapan saja kau evaluasi dengan seksama. Apakah terlalui dalam kebaikan atau malah sebaliknya.

Dunia memang memang menawarkan wujud semu, namun masih saja banyak diantara pengikutnya yang melulu cinta dan mengejar² aromanya.

Sabtu, 20 Januari 2018

Hati Seorang Volunteer Kudu Strong!



Bismillah

Salam volunteer!
Happy milad untuk FLP ke - 21

Tulisan ini sebagai perwakilan rasa yang bermusim. Tak selalu panas dan tak selalu berpenghujan. Namun tetaplah sebagai perjalanan seorang relawan di jalan Allah. 



Ntah dari mana aku harus menuangkan kata – kata yang terus bermunculan di pikiranku sejak jum’at malam hingga siang menjelang dhuhur ini. Aku sangat bersyukur agenda yang kami laksanakan berjalan maksimal dan mendapatkan hasil yang juga maksimal. Alhamdulillah Panitia Penggalangan Dana pada Aksi Peduli Palestina Aceh Tamiang telah mengumpulkan donasi sebanyak Rp. 74.892.000,- menurut sumber hitung cepat yang dikhabarkan oleh panitia. Dibalik kesuksesan itu aku gagal mengelola rasa. Ntahlah, sebagai manusia sungguh kuakui terlalu sering aku melakukan kesalahan. Sampai – sampai tak sengaja kugoreskan luka di hatinya. Sungguhpun tak inginku begitu. Ntahlah sikapku yang tampak seperti Umar bin Khattab ketika marah sehingga membuatnya takut padaku. Benar, ketika itu aku memang marah, aku tak berpikir panjang. Mungkin saja kata – kata yang terucap dariku seperti bara api baginya dan ketika itu pula dia tak mampu menepisnya. Aku masih gagal mengelola rasa. 

“Tahan air matamu, Ndah! Jangan biarkan ia terjun lagi dari sudut – sudut  matamu!” Bisik hatiku, sambil ku tatap langit – langit kamarku, mencoba menahan genangan bening – bening air mata yang serasa ingin tertumpah kembali. Hatiku masih saja menahan gemuruh yang terus menerus membuat mendung wajahku dan sesekali air mataku tertumpah begitu saja. Ntah karena aku cengeng atau karena vefer yang lagi melanda. Jadi keinget almh. Ibu dan bawaannya pengen nangis mulu.

Aku mencoba mengulang – ulang ingatanku untuk merangkai kisahku sedari tahun lalu, 06 Desember 2017. Perasaan yang bercampur aduk, sedang aku tak mampu mengurainya satu per satu.

Tepat setelah Donal Trump menyatakan bahwa Yerussalem sebagai Ibu Kota Israel, membuat hati nuraniku sebagai manusia resah dan sebagai relawan, akalku memulai bekerja mencari jalan keluar untuk mengumpulkan orang – orang yang bisa membantu melakukan penggalangan dana untuk Palestina. kucoba untuk terus mengajak junior di SMA-ku dulu. Setelah beberapa orang bersedia untuk turun jalan melakukan penggalangan dana, kami memulai langkah awal untuk membantu meringankan beban Palestina, membantu perjuangan mereka di sana. Bismillah 

Setelah sekian lamanya kami (Aku dan beberapa anggota MRI Aceh Tamiang ditemani pasukan tangguh) mengupayakan penggalangan dana ternyata masih belum cukup rasanya untuk memberikan yang terbaik pada Palestina. Tiga kali kami melakukan penggalangan dana, di setiap hari jum’at namun hanya mampu mengumpulkan tak lebih dari delapan juta. 




Gayung bersambut, setelah Aksi Bela Palestina di Monas membuatku semakin mantap untuk merealisasikan aksi yang serupa di Aceh Tamiang. Memang Aceh Tamiang tak luas – luas banget dan tak terlalu ramai penduduknya, namun keyakinan ini semakin mantap ketika masih ada saja masyarakat yang tidak mendapatkan informasi terkini Palestina. 

“Memangnya Palestina kenapa dek? Ada bencana apa di sana?” Tanya seorang pedagang pasar ketika kami melakukan penggalangan dana. Pertanyaan yang sama juga terlontar dari beberapa pedagan lainnya. Karena inilah aku mencoba memutar otak, mencari jalan keluar untuk memberikan informasi tentang Palestina. 

Seiring berjalannya waktu, kami (MRI Aceh Tamiang) bersepakat untuk mengadakan Aksi Bela Palestina. Diawali dengan mengadakan rapat anggota pengurus harian dan kemudian disusul mengajak serta Ormas dan OKP yang ada di Aceh Tamiang. Bukan kami tak mampu mengadakan agenda ini, namun kami ingin melibatkan seluruh Ormas dan OKP yang ada sehingga aksi ini dapat dilaksanakan dengan maksimal dan mendapatkan hasil donasi yang mencukupi target.



Target awal pelaksanaan Aksi Bela Palestina adalah tanggal 06 Januari 2018. Namun setelah rapat kembali dan menimbang  kesiapan masing – masing anggota maka tak akan mungkin mampu tercapai dan aksi tertunda. Pertemuan berikutnya setelah mengundang Ormas dan OKP yang ada kami menyepakati untuk melaksanakan Aksi Bela Palestina pada tanggal 19 Januari 2018. Berikut pembagian tugas yang terdiri dari Ketua Panitia, Korlap, Media dan Publikasi, Humas, Konsumsi dan lain sebagainya. MRI sendiri bertugas untuk menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan surat menyurat. Kurang dari 8 hari kami menyiapkan segala kebutuhan di hari Aksi Bela Palestina. 

Pikirku saat itu, setelah rapat pembangian tugas, aku tak memiliki amanah apapun karena kurasa cukup Ketua MRI mewakili pembuatan surat – surat yang dibutuhkan. Aman.

Mendekati hari aksi, hatiku sedikit resah. Kenapa grup yang tergabung dalam Panitia Aksi Peduli Palestina Aceh Tamiang tampak sepi. Tak ada laporan masuk ke grup. Sejurus kemudian langsung ku japri Korlap. 

“Assalamu’alaikum, Bang. Grup kok sepi yak? Tak ada laporan dan lain sebagainya. Oh iya ada saran dari seroang guru setelah kami berbincang waktu lalu, bliau menyarankan untuk mengikutsertakan anak – anak SMA/SMK yang ada di sekitaran Aceh Tamiang. Bagaimana Bang?”

“Wa’alaikumussalam, ide yang bagus dek.”

Sejak saat itu aku mulai terlibat aktif dalam Panitia Aksi Peduli Palestina Aceh Tamiang. Memikirkan segala hal yang dibutuhkan dan melakukan hal yang mampu kulakukan. Ditambah sebelumnya, aku sempat ditelpon Ummi A, isi dari pembicaraan beliau membuatku semakin kalut dan bingun harus melakukan apa. 

“Kak, Aksinya jadi kah? Kok ga ada tanda – tanda mau buat Aksi?” tanya Ummi A.

“In syaa Allah, jadi Mi.”

“Ya sudah, besok ke rumah Ummi ya! Secepatnya.”

Hari itu tepat hari selasa, 14 Januari 2018. Pukul 08.30 wib aku bergegas menuju rumah Ummi. Sesampainya di sana kami sempat ngombrol sebentar terkait aksi. Bla bla bla
 
“So, apa yang bisa kita lakukan pagi ini? berhubung Ummi lagi free.”

“Ya sudah mi, Indah langsung buat surat untuk dinas ya.”

Tak butuh waktu lama untuk mengedit surat yang ingin kutujukan ke Dinas Pendidikan. Karena memang dari awal sudah dikoreksi oleh Bu U, karena beliaulah yang memberikan saran untuk memasukkan surat ke Dinas Pendidikan agar mengeluarkan surat edaran untuk mendukung Aksi Peduli Palestina dengan mendonasikan sedikit maal dan keikutsertaan warga sekolah. Setelah ku-edit surat dan ngeprint, langsung aku kembali ke rumah Ummi.

“Ummi udah siap masak, ayo kita berangkat!” ajak Ummi

Aku tak berpikir panjang, mengiyakan semua perkataan Ummi, tak mampu aku membantahnya.

“Bang Irul, kita ke SMK dulu!”

Mobil kami melaju perlahan, sesekali Ummi bicara tentang anak – anaknya dan kisah – kisah hidupnya selama di bangku kuliah. Luar bisa perjuangan beliau. Semobil dengan Ummi cukup berkesan bagiku, pagi itu.

Sesampainya di SMK, Bu U dan Bu F menyambut kami. 

“wah wah wah spesial kali Kak Indah. Kakak, lain kali untuk urusan seperti ini jangan libatkan Ummi ya!” 

Setelah bicara panjang lebar dan mendapatkan titik terang dari Bu U dan Bu F tentang koordinasi ke Kepala Dispen, kami kembali ke rumah Ummi karena waktu semakin mendekati waktu dhuhur. Aku tak mampu menerka apa sebenarnya maksud dari pesan Bu U padaku. Namun cukup membuat sajadahku basah dhuhur itu. Tak sempat aku berdoa, kudengar Ummi mengangkat telpon dari Bapak. 

“Kak Indah sudah siap sholatnya kan? Langsung ke Dinas Pendidikan ya, tadi Bapak nelpon kalau Kepala Dispen sudah di kantor. Makan siangnya tunda dulu ya sebentar, setelah dari dinas baru makan, OK” Ummi menyunggingkan senyum semangat untukku.

Biarlah kutahan lapar, agar beres dulu urusan akhirat satu ini. sesampainya di kantor dinas, aku langsung memberikan surat kepada beliau dan beliau membacanya dengan seksama. 

“Oh begitu, Bapak wabup tadi juga sudah telpon saya. Jadi saya sebagai Kepala Dinas akan mendukung Aksi Peduli Palestina ini dan akan mengeluarkan surat edaran untuk seluruh SMA/SMK yang ada di Aceh Tamiang.”

Tak butuh waktu lama untuk berdialog dengan Kepala Dispen, kami langsung kembali ke rumah Ummi. Setengah hari dari hari senin itu kuhabiskan bersama Ummi A dan Kepala Dispen. Setelah makan siang, aku kembali ke rumah tahfidz untuk mengajar anak – anak. 



Selasa, rabu, dan kamis berlalu begitu singkat, bagai kedipan mata rasanya. Di sela – sela kewajibanku sebagai guru tahfidz, kusempatkan pula melatih anak – anak untuk menampilkan Teatrikal Palestina. Berkali – kali kami melakukan latihan Teatrikal, sampai di H-2 atau H-1 Idham jatuh sakit dan opname. Idham cukup banyak membantu sedari awal kami melakukan penggalangan dana. Semangat membantunya untuk Palestina cukup terlukiskan dari raut wajahnya, begitu pun adik – adik lainnya, namun Idham yang selalu sami’na wa atho’na ketika kuajak untuk Galang Dana. Semoga kamu lekas sehat Dham. Maaf belum sempat ngejengukin.

Jum’at, 19 Januari 2018. 

“Rabbi, tolonglah kami di acara ini, tolonglah Ya Rabb. Cukupkan segala kekurangan, cukupkan segala kekurangan, cukupkan Ya Rabb.” 

Aku tak mampu berkata apa – apa selain doa dan terus menyiapkan segala kebutuhan Aksi, dari hal yang terkecil sampai hal yang cukup urgen semampuku.

“Rizki, sudah di lokasi Pak?”

“Ini, Ummi Indah ya? Rizki sudah di lokasi ini sama saya, Ayahnya.”

“Ok, Pak. Mohon tunggu sebentar di sana. Saya sedang menyiapkan jama’ah yang akan long march dari Mesjid Syuhada.”

Alhamdulillah, Rizki sudah sampai. Rizki? Siapa dia? Dia bocah kelas 4 SD, tapi suaranya ketika tilawah qur’an... maa syaa Allah. Hapalannya sungguh cepat nempel di otak. He is so smart boy. Cerdas. 

Sekitar pukul 14.15 wib jama’ah sudah memenuhi pelataran masjid. Tak lama kemudian Korlap dibantu oleh Polisi yang bertugas mengamankan Aksi memberikan aba – aba kepada jama’ah untuk bersiap melakukan long march. Tak lama Pak Wabup juga telah hadir dan akan mendampingi kami untuk long march. 

Jarak dari mesjid Syuhada ke kantor DPRK tak jauh, kurang lebih 10 - 15 menit jika berjalan kaki. Sesampainya di sana kami sudah di sambut oleh Pak Bupati. Maa syaa Allah. Ketika berjalan didampingi Pak Wabub dan ketika sampai disambut oleh Pak Bupati. Terbayang seperti apa decak kagum pada kedua pemimpin yang baru saja dilantik akhir bulan desember lalu.

Pembawa acara kali ini adalah Ust Awal. Bliau sudah tak asing bagiku, sempat bertemu sapa dalam agenda pesantren kilat tepatnya kami sebagai Instruktur sanlat.

“Ndah, mana rundown acara?”

“Lah, kan sudah saya kirim di grup, bang.”

Sejak acara di mulai, di situ pula banyak telpon masuk. “Ndah di mana?” “Ndah, sini sebentar!” “Mana anak – anak yang mau Teatrikal?” “Mana yang ngaji?” “Kak, tolonglah!”

Sah. Otakku bak komputer error. Ditambah lagi Ketua yang sempat ngomong hal yang tak kuinginkan. 

“Kakak ingatkan team hitung cepat yang di Langsa. Kayak gitu kak seharusnya.” 

“Iya, ngerti.” 

“Kakak sekarang apa posisi?” 

“Lah, kan saya hitung cepat.”

Bla bla bla

“Iya, jangan siap – siap aja.”

“Iya jangan siap – siap aja.” Itu kata buat semua berubah. Moodku asli berubah. Dada terasa panas, wajahku pun mulai mendung. Tanpa sadar semua juga jadi bertanya – tanya. “Kenapa Ndah?” “Adek ga pa pa kan?” “Sehat kan dek?” 

selesai acara kuajak anak – anak Teatrikal untuk istirahat, minum dan makan makanan yang telah disediakan oleh ummahat yang mendonasikan sedikit maalnya untuk acara ini. barakallah fi maalik wa ahlik. Allah sebaik –baik pemberi balasan. 

Setelah semua selesai makan, tiba – tiba seseorang ntah bicara apa, aku pun telah lupa kurang lebihnya tentang surat edaran dari Dinas Pendidikan yang menghimbau seluruh SMA/SMK untuk turut berdonasi dan ikut serta di Aksi Peduli Palestina. 

“Jadi, SMA kita ga nyumbang sama sekali?” suaraku mengeras

Ketika itu, spontan aku bereaksi seperti singa yang hendak menerkam korban yang tak berdosa. Kuluahkan begitu saja di depan anak – anak teatrikal. Dan ... sebuah hati tampaknya terluka. Aku tak menduga kalau dia begitu halus hatinya dan tak menerima betapa kerasnya suaraku ketika itu. 

Tahukah kau betapa sulitnya posisiku saat itu. Kucoba menahan magh yang tampaknya sudah menggerus – gerus dan mendung yang terus menggelayut di wajahku agar tampak biasa saja di hadapan kalian semua. Namun tampaknya dia tak menerima itu semua. 

“Kenapa bisa begitu? Tau kalian susah payah kakak korbankan waktu mengajar anak – anak tahfidz hanya untuk sebuah surat? Mondar – mandir hanya untuk mengupayakan semampu mungkin, berkejar – kejaran bersama waktu dan harus menahan air mata bahkan rasa malu untuk ini semua” jerit hatiku. 

So, jadi relawan itu gak enak – enak banget, ga seneng – seneng banget. Lebih banyak dicurigai dan siapa yang mampu menahan itu semua? Jangan kau minta aku untuk sempurna.



 Great team. Proud of you child!

So, pergerakan volunteers ga cuma omdo, tapi aksi nyata. Jangan ngaku volunteer kalau ga tahan sama semua beban. Endingnya aku cukup memahami nasihat Ibn 'Athaillah "Bukan sahabatmu, kecuali dia yang tetap bersahabat setelah mengetahui aibmu, dan tidak ada yang bisa seperti itu, selain Kekasihmu Yang Mulia. Sebaik-baik sahabat, adalah dia yang selalu memperhatikan kebutuhanmu, dan bukan karena sesuatu yang diharap darimu untuk dirinya."

Untukmu, Palestina.

#miladflp21
#kisahinspiratifFLP