Senin, 18 Juni 2018

the Last?

Bismillah...


“Izinkan aku melafazkan kata... bicara hati yang mudah diterjemah...” Setanggi Syurga


Lagu ini mengiring tulisan tak bernada, kalimat – kalimatnya tak berbait dan tak bersajak. Tulisan ini hanya secuil episode bak jelaga yang berhamburan, terus saja berterbangan. Aku sampai lupa bagaimana rasa, warna, dan seberapa banyak cerita yang kupunya untuk kutuang pada cawan ini. Mungkin saja ini adalah rasa terakhir, sebab sedetik kemudian aku pun tak pernah tahu bagaimana cerita masa depan.

***


“Tunaikan hutangmu, Ndah!” Pinta mb Juke padaku.

“Baiklah, akan lunasi 2 episode menjadi satu. Two in one.” Jawabku 


Ini adalah ramadhan kedua bagiku sejak langkahku kembali menapaki tanah kelahiranku, sejak lidah kembali mencicipi nikmatnya masakan rumah setelah beberapa tahun merantau, ngilmu. Kurang lebih tiga setengah tahun kuhabiskan di Kota Medan dan satu tahun delapan bulan kuhabiskan di Kota Malang.


Setahun sudah aku mengukir jejak – jejak kehidupan di Kota kecil ini. Kuala Simpang dan sekitarnya. Berharap ketika aku kembali maka nafas ini dapat lebih lega setelah sekian lamanya di luar kota, namun ternyata malah sebaliknya. Ya, kuakui diri ini begitu lemah, tidak memiliki kekuatan apapun kecuali atas pertolongan, kekuatan dari Allah Yang Maha Kuasa.


“Bagaimana suasana Ramadhanmu di sana, Ndah?”

“10 Ramadhan pertama, kuhabiskan waktu di rumah. 10 Ramadhan kedua, kuhabiskan di Pondok Tahfidz Qur’an dan Pesantren Kilat (Sanlat). 10 Ramadhan ketiga, kuhabiskan dengan mengemis keampunan-Nya. Bermalam – malam, bersama-Nya.”


Di Ramadhan ini, ga ada yang kulakukan selain terus menerus memuhasabahi diri. Banyak sekali catatan – catatan perjalanan yang pada hakikatnya masih tak kujumpai ketenangan pada diri. Semakin hari semakin kekhawatiran mencuat di hati. Adakah amalku telah diridhai oleh-Nya selama ini?


“Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fa’fuanni... Ya Rabb.” Pintaku pada-Nya, selalu.


Sebab dosa – dosa itu lebih hitam dan kelam. Aku tak sanggup membayangkan bagaimana kelak pertanggungjawabannya di hadapan Sang Maha Pengadil. Ah, ntahlah... 

Terhadap orang – orang yang pernah dengan sengaja atau tidak sengaja kusakiti hatinya. Terhadap diriku sendiri yang masih belum mampu mengontrol diri. Terhadap Imanku yang masih saja naik dan turun. Ingin saja kuselesaikan semua ini, sengketa di dunia. Sebab, damailah yang kucari.


Menjadi Instruktur Sanlat itu sesuatu. :) Hahah 
Aku lebih banyak diam. Diam - diam mencari peserta terbaik. :) Dua yang di belakangku, yang lebih aktif bercerita di forum. Kita tertakdirkan bertemu lagi menjadi Instruktur Sanlat di SMA 3 Kejuruan Muda, khususnya @RamaAlFathana @ElaElShirazi @UstAwal @Dimas


 5 Intstruktur sudah cukup. :) 

Berikan Ramadhan Terbaik. Road show Syeikh dari Palestina, Syeikh Aiman. #ACT

Stand by di Masjid pertama, Masjdi Istiqomah.

Masjid kedua, Masjid Nurhasanah

Just for Palestine.


Ramadhan kali ini menjadi titik muhasabah, introspeksi diri. Begitu banyak hal yang telah kulalui. Semua itu tak lain dan tak bukan adalah tentang orang – orang yang pernah membersamai langkah yang tertatih ini. Bukan tentang diri ini. Ujian terberat yang masih saja harus kurenungi, kumuhasabahi adalah tentang suatu ujian. Ujian itu tak pernah meminta materi padaku, tak pernah menyakiti fisikku, tak pernah melukai. Sama sekali. Namun, ujian itu seakan menyandera diriku, waktuku, fikiranku, dan bahkan keteguhan Imanku.

Tentang sebuah perjalanan, ketika langkahku terikat untuk terus membersamai langkah – langkah perjuangan rakyat Palestina. Merasai beratnya deru nafas mereka yang setiap saat tak henti dari kekejaman tirani, penguasa dhalim dan tamak akan pemberian Ilahi.

Aku sangat bersyukur pada-Nya. Tentang ujian yang silih berganti, semakin menguatkan hati, meneguhkan langkah yang tertatih, dan menguatkan tekad untuk kembali melesat. Mungkin saat ini aku sedang mundur, mengatur nafas dan menata langkah untuk kemudian melompat lebih jauh. Ya, aku ingat sekali dengan ucapan - ucapanku waktu itu. "Jadilah engkau pengembara seperti Ibnu Batutah. Kepakkan sayapmu seluas - luasnya." 

Episode ini seakan tak akan pernah terulang lagi. Ia bagai semburat jingga di ufuk Barat, hendak mengakhiri waktu perjalanan cahaya dan kembali menjumpai gelap, lalu setelahnya mungkin saja kembali terbit perjalanan baru, kisah – kisah manis baru yang akan kulalui dengan orang – orang baru atau tetap dengan orang – orang yang lama. Jika pun masih dibersamai dengan jiwa – jiwa lama, semoga kemesraan yang telah lalu masih terus ada, bahkan menjadi nyala semangat yang semakin benderang menyinar seluruh keabadian kisah – kisahku.

Terimakasih pada semua yang telah mengenalku selama di sini. Membersamai langkah lunglaiku. Mungkin saja banyak sekali catatan hitam ketika kita bersama, namun maafkanlah... karena aku hanya manusia biasa. Bukan malaikat yang terpisah dari kawanannya.

Kelak, jika masih langkahku terjejaki di sini... jangan pernah henti untuk kembali membersamai perjuangan ini. Terimalah tanda kasih dan maaf yang terdalam. Kalian yang telah membersamai langkahku, telah kuanggap menjadi bahagian berarti di jalan setapak ini. Kita membantu meringankan beban saudara kita di Palestina, hanya karena meraih ridha-Nya. Kelak jika langkahku tersandung di hari pembalasan, mintalah pada-Nya agar kita kembali bersama - sama. Menikmati jerih payah perjuangan kita. Manis pahit langkah mungil kita, hanya untuk Palestina.

Taqabbalallahu minna wa minkum
Shiyamana wa shiyamakum

Sukarakyat, 18 Juni 2018 | 4 Syawal 1439 H
Di bawah langit hitam





0 komentar:

Posting Komentar