Sabtu, 07 Juli 2018

a Happiness

Bismillah

Ada 3 hal yang akan membuat kita sebagai manusia menjadi pribadi yang berbahagia, sebagaimana nasihat Syeikh Mansur As Salimi yakni:

Yang pertama adalah orang-orang yang apabila diberi nikmat oleh Allah swt, dia bersyukur. Kedua, orang-orang yang ketika Allah uji, dia bersabar. Dan terakhir adalah orang-orang yang melakukan maksiat, kemudian dia bertaubat. 

Begitu banyak kehidupan yang Allah hidupi, namun tentunya Allah juga menguji melalui berbagai perantara-Nya yang tidak pernah kita sangka. Bisa jadi dari keluarga terdekat kita atau malah melalui orang-orang terdekat kita. 

Kita akan mencoba mengukur diri (Iman) melalui 3 hal yang telah disampaikan oleh Syeikh Mansur As Salimi di atas. Ketika diberi nikmat, dia bersyukur. 

Sudahkah kita bersyukur atas limpahan nikmat dan karunia yang Allah berikan pada kita setiap harinya? Mata yang berfungsi dengan baik, telinga untuk mendengar, mulut untuk menyampaikan segala hal yang terbesit di pikiran, kedua tangan untuk menyentuh atau memegang, kaki untuk melangkah ke mana jalan hendak dituju. Bukankah semua itu adalah kekayaan yang patut disyukuri? Tapi, banyak juga diantara kita saat ini yang enggan untuk bersyukur. 

Oleh karenanya, yuk mari sama-sama kita berbenah diri. Menjadi pribadi yang lebih banyak bersyukur atas segala pemberian-Nya. 

Ketika diuji, dia bersabar. Sesuatu yang baru saja kurenungi adalah tentang sabar. Di kesabaranku yang kusabari itu ada kesabaran. Sabar di atas sabar. Sabar yang tak berbatas, tak berlimit. Kalau diuji, sabar. Diuji lagi, sabar lagi. Hatta sabarku itu menjadi tunggangan mewah menuju ridha-Nya. 

Beginilah Iman. Maka Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan "Tidak mungkin ada Iman tanpa kesabaran.

Ketika bermaksiat, dia bersegera bertaubat. Bersegera menggapai keampunan-Nya adalah satu-satunya jalan untuk terbebas dari belenggu jahiliyyah. Kenapa Allah ciptakan syurga dan neraka? Kenapa banyak sekali diantara manusia yang menempuh jalan kenikmatan jika akhirnya tergelincir dalam jahannam? Naudzubillah.  

✍ Penulis hanya mentafakkuri diri. Sejauh apa kaki telah melangkah? Sebanyak apa luka yang pernah kutoreh? Sudahkah sabar menjadi tunggangan hati menuju ridha-Nya? Sudahkah diri kembali pada-Nya jika mungkin banyak sekali kekeliruan dalam niat yang sesungguhnya masih terhirup aroma dusta oleh-Nya? Allahu Akbar. Ya Qowiyy, quwwatina. 🍁

***

Aku tak memintamu untuk memahamiku
Melalui goresan-goresan penaku
Aku tidak memaksamu untuk mengertiku
Melalui penjelasan-penjelasanku
Tidak. 
Sesaat mungkin kita seerat jari telunjuk dan jari tengah
Sesaat kemudian kita bagai dua orang yang saling berjauhan 
Benarkah?
Ya, aku hanya mengerti sedikit saja
Menanamkan rasa sabar untuk terus terjaga
Meyakinkan diri kalau semua baik-baik saja 
atau kadang aku memaksa diri dan bertitah padanya
"Cobalah menjadi dirinya agar kau mengerti bagaimana memperjuangkan hidup. Memilih sebuah pilihan yang terkadang berlawanan dengan keinginan." 

Maaf, jika mencintaimu dengan caraku yang berbeda dari biasanya. 

Pudarnya cahaya. 7 Juli 18


0 komentar:

Posting Komentar