Minggu, 26 November 2017

Kita dan Nenek Tua (Me Time)


Thanks udah melengkapi jemariku, dan membentuk bintang. Semoga kita menjadi bintangnya syurga bersama para syuhada. 

Bismillah...

Tanpa terasa seminggu berlalu lebih cepet dari yang kuduga. Begitu pula kerinduan yang kupupuk untuk terus berhadir di lingkar kecil setiap pekannya. Pertemuan ini yang mampu membuatku mabuk untuk senantiasa hadir, present di sana. Membersamai langkah-langkah orang-orang yang ingin memperbaharui keImanannya, mentajdiidun niyyah (memperbaharui niat), dan mendekat menuju ridha-Nya. Menuju keshalihan.

Ahad, menjadi waktu yang spesial. Hari ini kami pilih untuk duduk sebentar, menyimak ayat-ayat suci yang terlantunkan, menyibak rahasia ayat-ayat kauniyah-Nya, dan mencoba meneladani tauladan kekasih-Nya. 

Kita sadari bahwa untuk duduk sebentar di majelis-majelis yang di dalamnya disebut nama Allah sangat jarang ditongkrongi banyak orang, hanya segelintir orang saja. Kebanyakan di luar sana, orang-orang lebih memilih melewati weekend bareng family, family gathering atau nongkrong bareng kawan-kawan sebaya di warkop. Memang, kita butuh waktu buat ngumpul bareng keluarga, bareng temen-temen, tapi ga semua kita sadar bahwa waktu yang berlalu tanpa terselip di dalamnya hal-hal yang membuat kita semakin deket sama Allah adalah hal yang sia-sia. Kita bebas memilih. 

Chat WhatsApp:

"Rin, hari minggu, jam yang sama yak! Tempatnya nyusul." 
"Kayaknya adek ga bisa kak, mau ngumpul bareng anak-anak pebisnis."
"Ok deh, sukses terus bisnisnya yak! Moga berkah."
"Iya Kaka..."
_________
"Assalamualaikum, Sita..."
"Wa'alaikumussalam, kak"
"Apa kabar dek?"
"Alhamdulillah sehat kak. Kakak sehat?"
"Alhamdulillah, sehat."
"Gimana besok? Bisa ngumpul kah?"
"In syaa Allah kak, tapi ga ada yang nganter"
_________

"Assalamualaikum, dek Zahra."
"Wa'alaikumussalam, kak."
"Gimana besok?"
"Ok, kak."
_________

Ok, bismillah... 
Menyeru seseorang untuk ikut berhadir dalam majelis-majelis Ilmu emang ga bisa sekehendak kita, apalagi memaksa. Sip? Butuh pendekatan yang ga sekedar fisik tapi juga emosionalnya. Ukhuwah Islamiyyah kan ga sekedar kenal seseorang doang, tapi kita diminta untuk mencintainya, mengingat-ingatnya dalam do'a. Begitulah yang Rasulullah Saw lakukan di sepertiga malam-malam yang dilaluinya, mendoakan kita, ummatnya. Hmm 

Di Mesjid At-Takwa, bernaungkan awan mendung dan bercahayakan sisa teriknya matahari yang tertutup kepulan awan mendung, kita meregangkan ruas-ruas rusuk, mengibaskan badan dari polusi, menutup hati dari unsur duniawi untuk sejenak tunduk mendekat pada Ilahi. Rabb semesta ini.

Ga banyak yang bisa ku_sharingkan pada mereka. Rina, Zahra, dan Luthfi. Tapi, semoga membekas dan menembus putihnya hati. Karena untuk istiqomah duduk melingkar, membaca sedikit ayat-ayat dari kitab-Nya, bersholawat pada nabi-Nya teramat susah. Menjadi ummat akhir zaman di zaman edan, kita bisa saja tergerus arus atau malah jungkir balik dilanda badai ke-Barat-baratan. Kita butuh temen-temen yang bisa dijadikan sahabat se_dunia dan se_syurga. 

Story WhatsApp
*Siapa kita ngaku² sholeh atau sholehah?*

Nah, itu tuh yang harus diperhatikan. Berhati-hati pada amal shalih yang telah kita lakukan. Kita sebagai penyeru as da'i ga bisa ngeklaim bahwa kita lebih sholeh/ah dari orang lain. Bisa jadi kan, orang lain yang kita anggap biasa-biasa aja, amal sholihnya ga keliatan di mata kita, ternyata lebih dicintai-Nya. So, cuma Allah yang bisa kasih klaim bahwa si fulan atau fulanah itu adalah hamba yang shiddiq, benar di mata Allah, ia telah sukses meraih ridha-Nya.

Well, siang itu berlalu syahdu, bukan karena mendungnya siang melainkan hadir sosok nenek tua renta yang masih saja mengais sampah untuk keberlangsungan hidupnya. Aku tak seberapa paham dengan bahasanya. Tapi, sedikit yang kupahami ketika ia bersandar sejenak pada tiang pelataran mesjid dan menghampiri kami adalah ia mengeluhkan pundaknya yang sedang sakit dan tak lama kemudian ia berlalu. 

Sungguh, entah bagaimana menggambarkan rasa iba yang seketika menyesakkan dadaku, gemetar jemariku dan kelu lidahku. Tak mungkin kualirkan bening-bening air mataku di hadapan mereka. Teman-teman se_dunia dan se_syurga. Namun, satu hal yang kami sadari adalah Ketika kita melihat hidup kita susah, lihatlah orang-orang di bawah kita yang lebih susah. Kita, pulang sekolah, nasi udah tersedia di meja makan. Sedangkan si nenek tua renta itu, mungkin saja ia belum makan. Terbayangkah? 

Yup, skip dulu sedihnya. 

Usai materi yang langsung Allah ajarkan pada kami melalui nenek tua itu, menyudahi pertemuan singkat kami.

"Rin, ke mana habis ini?"
Rina menggelengkan kepalanya dan sesaat kemudian 
"Ke taman yok kak!"

Cus...
Kerena udah melakukan kebaikan, yuk kita beri reward untuk kedua mata, menikmati alam sekitar.

Jepret...
Zahra... Plis lihat ke kamera! Haha

Dan menjemput senja bersamu lebih mendebarkan ketimbang duduk² santai di rumah. Semoga kita menjadi pribadi yang lebih bersyukur atas segala nikmat-nikmat-Nya. Bersyukur karena telah Allah pertemukan dalam ketaatan pada-Nya. Semoga lelah-lehahnya terbayar dengan kebaikan dari-Nya yang tak hingga. Jazakumullah khairan katsiran. 

Jika tak kau temui aku kelak di syurga, mintalah pada Allah agar aku membersamaimu di syurga.

Di bawah selimut malam, 26 November 2017

0 komentar:

Posting Komentar