Senin, 27 November 2017

Dilema kali Kedua

Bismillah...

Banyak hal di dunia ini yang perlu direnungkan. Percakapan antara aku dan kak X tadi sore mengajak pikir dan hatiku berdebat. Wal hasil mataku tak jadi terpejam. Ada hal yang kembali mencuat di benakku.

"Kalau salafi itu kita ambil cara mereka untuk istiqomah dalam beribadah, sedangkan jamaah tarbiyah kita ambil gerak mereka di politiknya." Ucap kak X mencoba menenangkan pertanyaanku. 

"Oh begitu kak, iya bener juga." Aku hanya bisa menganggukkan kepala atas penjelasannya. Padahal aku hanya menanyakan hal yang ga penting-penting banget untuk dijawab. "Kak, Ummu Haifa ta'lim di mana?" Sontak kak X menjawab panjang lebar.
________

Sebelum motor kunyalakan dan kami melaju, sempat katanyakan pada kak X, "Kenapa pake cadar kak?"

"Iya Ndah, soalnya menyesuaikan sama yang lain. Ini juga punya kakaknya Haifa."

"Ouh." Aku cukup mengerti.

Lanjut kunyalakan motor dan kami pun melaju ke rumah yang hendak dituju kak X. Lagi pula kami searah, rumahku tak jauh dari tempat ta'lim tsb. 

Disepanjang perjalan, kami banyak bertukar pikiran, mengkhabarkan pengalaman, dan saling memahami bahwa tak ada yang berbeda dalam berIslam. Hanya saja masing jama'ah memiliki porsi dalam berdakwah, ntah itu lebih ke tauhid, muamalah, politik, dan lain sebagainya. 

Hampir dekat jarak kami dengan rumah yang dituju, tiba-tiba kak x mengajakku untuk ikut ta'lim. Segera kujawab, "Nggak lah kak, lain kali. Ntar ane paling cerah diantara kalian. Ga pake cadar lagi." 

"Ga pa pa lah"

"Cukup ane nganter sampe di sini aja yah!"

_________

Terang saja kepalaku tiba-tiba nyut-nyutan, rupa²nya dia tengah berpikir keras atas pernyataan yang kali kedua kembali menggelisahkan. 

"Kalau di salafi kita ambil cara mereka untuk istiqomah. Misalnya sholat tahajjudnya atau ibadah lainnya. Dan selama kakak ikut ta'lim bareng mereka, kakak ngerasa ilmu yang selama ini kakak ambil di bangku kuliah ternyata ga ada apa-apanya."

Lah, kenapa dengan jama'ah tarbiyah kak? Emangnya kita ga ngikut jejaknya para salafush shalih? Emangnya kader-kader kita pada ga tahajjud ya? Kalau aku boleh komen (kok gitu sih?) 

Dari sekian banyaknya orang-orang yang terbukti harum namanya, senyum yang terkembang diantara balut kain kafan, serta aroma syurga yang lebih dekat sebelum ia dipersilahkan memasuki pintu syurga. Tak cukupkah menjadi teladan bagi kita, sehingga ada celah untuk mengungkapkan bahwa jama'ah itu lebih baik dari sisi ibadahnya. Yoyoh Yusroh. Kelak Aku kah itu?

Mungkin bagiku satu... cukup. Tapi, bagi orang lain belum cukup, mereka harus menambah yang dirasa kurang hingga kepuasan terhadap yang mereka inginkan terpenuhi. Menuntut Ilmu. Dan bagiku? Harusnya aku begitu kan? Juga banyak menimba ilmu dari mana saja. Bukannya mengomentari hal-hal yang tidak perlu dikomentari.

Tidak bermaksud mengunggulkan diri, nggak. Hanya ingin mengajak hati dan pikir berpadu, searah sejalan, sepemikiran.

Akhirnya aku sedikit kalem atas nasihat Ibnu Athaillah, "Ketika telah datang padamu anugerah Ilahiah, maka ia akan merombak berbagai kebiasaanmu. 'Sesungguhnya raja-raja ketika memasuki sebuah kampung, mereka membongkarnya.'"

Harusnya aku lebih mempersiapkan diriku untuk mencari bekal kembali ke hadapan-Nya. Lebih toleran kepada saudara-saudariku yang dalam satu fikrah ataupun yang tidak. Saling mendukung, mencintai, mempererat Ukhuwah Islamiyyah, dan mendoakan. 

Ntahlah dengan aku? Sudah benarkah pemahamanku?
________

Satu hal yang membuatku sedikit tersenyum adalah hal yang kupikirkan sedari perjalananku menuju rumah. Batinku membisik ...

"Kita butuh warna gelap (hitam) untuk mengerti kalau bunga itu indah warnanya, bermacam-macam jenis dan bercorak penuh warna kelopaknya. Mungkin baju yang kukenakan masih dipenuhi warna, tapi entah berikutnya. Hanya ini yang mampu ku beli dan cukup memenuhi kriteria menutup aurat."

Sambil menghela nafas lega. Hujan kembali menemani gulitanya malam. Allahumma shayyiban nafi'an. 



0 komentar:

Posting Komentar