Jumat, 30 Maret 2018

Aku: Genggaman Ilahi



Bismillah...

Kemarin serasa begitu sempit dadaku, bahkan untuk bernafas sekalipun, aku tak mampu.
Kemarin serasa mendidih otakku, menjangkau pikir yang tak berujung temu
Ambruk, serasa begitu tak berdayanya aku

Oh Rabbku, di mana letak salahku?
Hingga aku...
Tak mampu menakar akal
Mengukur pikir
Mengeja duga
Hingga hati kian keruh
Aku tergerus nafsu

.
.
.

Sungguh, melibatkan perasaan pada orang lain begitu menyesakkan jika tak diiringi dengan kepasrahan pada Sang Penggenggam Hati. Bukan aku tak pernah diuji pada hal yang sama, melainkan ini butir soal yang juga membuatku hilang kemudi. Ah, tak masalah. 

Kini dadaku telah cukup lapang menerima semua. Aku dan ikhlas yang sempat berjarak kini kembali erat. Dekat. Mungkin aku sempat lupa, bagaimana dan seperti apa ikhlas itu. Sekalipun begitu banyak teori-teori ikhlas mengitari otakku. 

Juga pada nasihat yang kudapati dari seorang murabbi yang teramat jauh, namun begitu menyegarkan dahaga, menjernihkan keruhnya jiwa, dan mengembalikan lurusnya niat yang sempat berbelok dari jalurnya. Allah. :(

Begitu sulit ujian dari-Mu Ya Rabb, namun aku kembali yakin bahwa hanya Engkaulah yang akan menuntun diriku untuk menyelesaikan semua soal-soal dari-Mu.

Akhirnya aku hanya mampu bersyukur, Engkau beri aku sedikit masalah untuk kembali mendekati-Mu, memohon petunjuk-Mu, dan mengurai dosa di hadapan-Mu. Allah.

.
.
.

Kini, 
Tak ingin menggenggam erat lagi, 
Kuserahkan pada-Mu, Rabbi
Karena tanganku tak akan mampu mengeratkan genggamanku sendiri

Dan yang secara tak sengaja,
Bagaimana seorang hamba dengan lancangnya, bertitah
Ingin memegang kendali hati tanpa melibatkan Sang Penggenggam Hati?

Sedang hamba selalu dalam genggaman-Nya
Hamba tak berkuasa untuk menggenggam apapun juga jika bukan karena-Nya

Hari ini adalah lembar baru
Kesempatan baru
Maka tak akan kusia-sia 
Celupan dari-Nya yang begitu berharga.

Dan aku bersegera pada keampunan-Nya.


Seduhan Rasa, 
Penghujung Maret.


1 komentar: